Langsung ke konten utama

Berbaik Sangka

Di tengah jenuhnya dengan teori-teori skripsi saya. Daripada kepala saya mendidih gak karuan, saya coba aja nulis di sini. Kali aja agak entengan dikit habis nulis ni kepala. Kan enak kalo enteng, bisa dibawa kemana-mana. Iya gak? Kalo berat, ah pasti perlu bantuan orang buat ngangkat kepala saya. Gimana jadinya itu, ngangkat kepala sendiri aja gak bisa, gimana angkat kepala kamu.

Ingatan saya berhijrah ke tempat ketika saya memaksakan melek dari mata yang terkantuk-kantuk. Saat itu di sebuah tempat yang paling disukai Allah. Masjid sederhana di kampus, kami terjadwal duduk melingkar sebagaimana biasa.  Bahasan kali ini tentang mengharap rahmat Allah dan tidak putus asa dari rahmatNya. Tampaknya sudah jauh sekali pembahasannya, malam itu sudah masuk bab 7 dari kitab. Saya yang baru pertama hadir setelah beberapa kali tdk bisa berhadir jadi ikut saja dengan pembahasan tersebut.

“Yang dimaksud dengan ar-roja adalah berbaik sangka kepada Allah. Di antara tanda berbaik sangka kepada Allah adalah mengharapkan rahmat, jalan keluar, ampunan, dan pertolongan dari-Nya. Allah Swt. telah memuji orang yang mengharapkan perkara-perkara tersebut seperti halnya Allah memberikan pujian kepada orang yang takut kepada Allah,” begitu sedikit penggalan paragraf pertama.

Kajian mingguan tersebut pun menginspirasi saya tuk menulis status facebook di pagi hari nya, 

setiap pribadi memiliki ladang pahalanya masing-masing, 


jika Allah takdirkan ia menjadi kaya, maka pahala dan dosa tergantung untuk apa kekayaan itu ia gunakan, dan dengan apa kekayaan itu dia raih, apakah dia bersyukur?

jika Allah takdirkan ia miskin, pahala dan dosa pun tergantung sikapnya, apakah dengan kemisikinan ia menggerutu, atau justru ia bersyukur karena dengannya di akhirat kelak tak perlu lagi membuang waktu menunggu lama selesainya hartanya diperiksa,

begitu juga dengan si buta atau si normal, juga dengan si tuli dengan si normal,

karena rumusnya hanya dua kata, sabar dan syukur,


terkadang ada saja rasa-rasa kita menggerutu kepada Allah, “kenapa aku diciptakan begini? Kenapa aku tidak kaya dari lahir? Atau kenapa aku tidak ganteng kayak dia?” dan sebagainya. Padahal dengan itu Allah telah menyiapkan berbagai ladang pahala yang bisa kita ambil darinya. Seperti yang dijelaskan di status di atas. Bisa saja si jelek karena dia berprasangka baik kepada Allah, dia bersyukur serta bersabar ternyata dengan kejelekannya dia terus saja dibully temannya, dengannya diangkatlah derajatnya sebagai orang yang jika berdo’a lebih mudah dikabulkan.. hhe..

Ya, intinya, jangan pernah mengeluh dengan apa yang ada dalam diri kita. Dibalik itu semua terdapat hikmah-hikmah tersendiri yang bisa kita gali lebih dalam. Jangan sampai kita menggerutu, meratapi, atau bahkan sampai berputus asa. Jangan.

Galilah terus potensi yang ada dalam diri kita. Banyak kebaikan yang mungkin saja belum kita sadari. Teringat kata kek Jamil Azzaini, bahwa diri kita semua adalah orang-orang spesial. Kenapa? Toh diri kita ini adalah pilihan dari sejuta sel-sel sperma yang berhasil bersaing untuk sampai ke ovum.

Jadi, tetap bersemangat, berprasangka baiklah kepada Allah, dalam situasi dan kondisi apapun,

Dari Watsilah bin Asqa, ia berkata; berbagialah karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, Allah berfirman:


Allah berfirman, “Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik kepada-Ku, maka kebaikan baginya, dan bila berprasangka buruk maka keburukan baginya.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Garis Misterius

Anggap saja dihadapan kita ada sebuah papan tulis, di tangan kita spidol merek ternama memaksa kita untuk menggambar sebuah garis panjang di depan. Garis tersebut memanjang mulai ujung papan sebelah kiri hingga ujung sebelah kanan. Jika diukur, menggunakan pengukur yang ada di meja, menunjukkan angka satu meter. Lagi-lagi tangan kita terpaksa membagi garis panjang tersebut menjadi tiga bagian. Bagian pertama dan ketiga hampir sama panjanganya. Namun, tangan kita membuat bagian yang kedua, yang berada di tengah lebih kecil. Bahkan sangat kecil dibanding yang lain. "Tahukah kalian?" tiba-tiba suara muncul. Reaksi kita tentu kaget. Lah, bagaimana tidak, persepsi kita pasti kalau ada suara tanpa ada sumber suara berarti itu... "Tahukah kalian?" lagi-lagi muncul. "Ehh, enggak. Enggak tahu," anggap saja kita menjawab demikian. "Garis di papan itu adalah garis waktu." "Eh. Eh,,, iya, " anggap saja kita akting gu

Seperti Ali dan Fatimah

hai terima kasih udah mendengarkan dan sabar ya, dia gak akan kemana-mana kok, yang udah dituliskan di tinta-Nya, pasti akan ketemu, meskipun kamu sekarang keesepian, melihat teman2 udah gak sendirian, tapi kamu hebat kok, bisa menjaga cuma untuk yang halal nanti, sabar ya, tapi semesta tau, kalo kamu pengen banget diperhatiin, disayangin, dimanjain, ngeliat temen lain udah pada dapat itu, gapapa kok, bertahan aja, gak usah iri, apalagi sama pasangan yg belum halal, ohya, kamu tau kisah cinta palng romantis beberapa abad yg lalu? mereka berdua sama-sama bersabar, menahan rasa yg terus membuncah, padahal rasa itu tumbuh udah mulai kecil,

1.1.a.6. Demonstrasi Kontekstual - Modul 1.1

 Bismillah walhamdulillah, washolatuwassalamu ala rosulillah, Kali ini saya akan share hasil pengerjaan tugas saya sebagai Calon Guru Penggerak Angkatan 8. Pada modul 1.1. Demonstrasi Kontekstual. Saya membuat karya infografis terkait pemikiran Ki Hajar Dewantara. Salah satu poin yang dibahas adalah tentang "Pendidikan yang berpihak pada murid."