Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Penulis Harus Begini

Ternyata ini bukan sekedar sebuah kebiasaan. Ini pun juga bukan sekedar keahlian. Tapi ini tentang niat yang tulus, bersihnya jiwa, dan masuknya ruh-ruh yang magis dalam sebuah tulisan. Malam ini agaknya sebuah status dari salah satu penulis yang juga menginspirasi saya benar adanya. Sebentar saya copaskan di sini, Penting. Menulis naskah novel bukan sekadar soal imajinasi. Ini soal rasa. Ini juga soal memindahkan jiwamu ke dalam novel itu. Hingga energi ruhmu berpindah dan bersemayam di tiap kata yang tertuang. Jiwa dan ruhmu mampu menghidupkannya. Dengan begitu, ia pun menjadi belahan jiwamu. Penting. Jika kini kau tak mampu merangkai kata, bisa jadi bukan karena miskin gagasan. Lihatlah ke dalam, jangan-jangan jiwamu telah mengering. Ruhmu telah layu tersebab tak pernah kau siram. Tak ada lagi yang bisa dibagikan. Energi yang ada dalam dirimu telah habis. Tak bersinar lagi.

Cerita Buku yang Terpilih

“Biar aku saja,” ucap lelaki itu. Ia menggunakan giginya tuk mencabut besi dari pipi seorang yang sangat dicintainya. Khawatir jika menggunakan tangan akan menyakitinya. Hati-hati, sangat penuh kehati-hatian ketika mencabutnya. Sampai ditengah proses itu, giginya tanggal. Lagi, dan juga giginya kembali tanggal. Maka orang yang awalnya juga ingin membantu Muhammad berkata, “Abu Ubaidah menjadi manusia yang lebih baik dengan tanggalnya dua gigi depannya, atas dan bawah.” *** Saat itu para sahabat berkumpul cemas menanti siapa yang akan menjadi pemimpin mereka setelah wafatnya pemimpin terbaik di seluruh alam. Maka didapat tiga calon terbaik pengganti Rasulullah tuk memimpin umat. Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah. “Ulurkan tangan kanan Anda,” ucap Umar kepada Abu Ubaidah, “aku akan membaiat Anda. Sebab aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya bagi setiap umat ada orang kepercayaan, dan Anda adalah orang kepercayaan dari umat ini.” Sek

Tak Ada Waktu Saatnya Bersatu

Ku buka pintu rumah. Semerbak angin pagi berhembus menelisik raga. Sehirup udara pagi kau tak akan tau betapa berharganya ini. Cahaya mentari menyelinap masuk melalui jendela-jendela yang terbuka. Mengusir kegelapan membawa cahaya harapan. Ah Pagi, kau selalu membuat harapan bahwa hari ini akan lebih baik dari sebelumnya. Ditemani musik depapepe yang mengalir dari winamp menuju ke telinga saya melalui sebuah headset putih ku coba kembali mengisi kekosongan di blog ini. Sedikit bingung dengan apa yang mau dituliskan, tapi biarlah jemari ini mengalir mengikuti iramanya. Saya tak akan terperdaya lagi dengan kemalasan, karena menulis harus sudah menjadi sebuah habits baru. Sebuah kebiasaan yang seharusnya terbentuk. Bagaimanapun padatnya agenda, bagaimanapun penatnya kepala, pun juga seberapa kerasnya halangan, Ya Sang Pemilik Kekuatan berilah hamba keteguhan, izinkanlah hamba tuk terus berlatih, hancurkanlah segala halangan dan rintangan yang menghambat, besarkanlah hamba sehingga maup