“Biar aku saja,” ucap lelaki itu.
Ia menggunakan giginya tuk mencabut besi dari pipi seorang yang sangat dicintainya. Khawatir jika menggunakan tangan akan menyakitinya. Hati-hati, sangat penuh kehati-hatian ketika mencabutnya. Sampai ditengah proses itu, giginya tanggal. Lagi, dan juga giginya kembali tanggal. Maka orang yang awalnya juga ingin membantu Muhammad berkata, “Abu Ubaidah menjadi manusia yang lebih baik dengan tanggalnya dua gigi depannya, atas dan bawah.”
***
Saat itu para sahabat berkumpul cemas menanti siapa yang akan menjadi pemimpin mereka setelah wafatnya pemimpin terbaik di seluruh alam. Maka didapat tiga calon terbaik pengganti Rasulullah tuk memimpin umat. Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
“Ulurkan tangan kanan Anda,” ucap Umar kepada Abu Ubaidah, “aku akan membaiat Anda. Sebab aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya bagi setiap umat ada orang kepercayaan, dan Anda adalah orang kepercayaan dari umat ini.”
Seketika Abu Ubaidah terkejut. Betapa beratnya beban menjadi seorang Khalifah, namun ternyata ia dipercaya oleh Umar untuk memegangnya. Tapi ia menjawab permintaan Umar dengan pasti, “Sekali-kali aku tidak akan mendahului seseorang yang telah diperintah Rasulullah untuk menjadi imam shalat. Abu Bakar adalah imam kita dalam shalat hingga Rasulullah wafat.”
Maka Abu Bakar lah yang akhirnya dibaiat umat menjadi pemimpin mereka. Dan Abu Ubaidah adalah sebaik-baik penasihat beliau.
***
Betapa mulianya seorang Abu Ubaidah dijuluki sebagai orang kepercayaan umat oleh Umar bin Khattab.
Ternyata itu terjadi ketika peristiwa itu.
Saat itu, kaum Muslim dengan kemuliaan akhlaqnya dan kecerdasan akalnya dalam menyelesaikan berbagai sengketa dipercaya oleh golongan Nasrani untuk menyelesaikan urusan mereka. Kisah ini diceritakan oleh Muhammad bin Ja’far. Berkata salah seorang utusan kaum Nasrani, “Wahai Abu Qasim, utuslah seorang dari sahabat Anda agar menjadi penengah kami dalam berbagai masalah harta benda yang kami persengketakan. Sesungguhnya kaum Muslmin mendapatkan kepercayaan dari kami.”
Rasulullah menjawab, “Datanglah kembali nanti petang. Aku akan mengutus seseorang yang paling jujur dan kuat jiwanya.”
Saat itu Umar ada disana. Mendengar pembicaraan itu bergegas Umar bin Khattab pergi ke masjid lebih awal dari yang lain. Betapa mulia ketika seseorang diberi predikat ‘seseorang yang paling jujur dan kuat jiwanya’ oleh utusan Allah yang mulia itu. Maka dalam hati terdalam ingin sekali Umar mendapatkan kemuliaan itu. Dan memang sudah menjadi tradisi dikalangan para sahabat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
Namun ketika sholat zuhur berjama’ah usai, Nabi melihat-lihat kepada para shahabat. Menengok ke kiri dan kanan. Umar tentu saja sudah berusaha meninggikan tubuhnya agar Nabi melihat dan memilihnya. Namun pandangan Nabi SAW terhenti pada sosok Abu Ubaidah bin Jarrah. Beliau memanggilnya dan berkata, “Pergilah engkau bersama mereka ini (utusan Nasrani), tengahilah perselisihan mereka.”
***
Kiranya itu sedikit cuplikan dari buku yang sedang saya baca ini. Buku terjemahan dengan judul “Sosok Para Sahabat Nabi” dengan penulis Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya dengan judul aslinya, “Shuwar min Hayat ash-Shahabat.”
Buku ini baru saja saya beli tadi malam, di Book Fair Banjarbaru. Sebenarnya saya sedang mencari buku biografi ‘ulama-ulama klasik, seperti Imam Syafi’I atau yang lainnya. Ternyata setelah keliling satu putaran dan kepala saya sudah mulai pusing jadi saya putuskan saja memilih buku ini. Setidaknya ini juga kisah hidup seseorang yang mulia. Para shahabat. Orang-orang yang sempat mendedikasikan dirinya tuk bersama Rasulullah, membantu Rasulullah mendakwahkan Islam. Rela berkorban apapun demi tegaknya diinul Islam di muka bumi. Iya, saya sedang mencari hikmah-hikmah dari kisah-kisah orang-orang mulia ini.
Lumayan ramai juga tadi malam, mungkin karena malam minggu. Saya kira datang jam setengah sepuluh ke sana bakalan sepi dan para pedagangnya sudah pada besesimpun. Ternyata dugaan saya meleset. Ya, karena mungkin faktor malam minggu tadi.
Masuk ke sana langsung ditemukan stand penerbit lokal (kalimantan). Saya cari buku saya dan ternyata ada. Hehe… Saya pura-pura tanya ke penjualnya, “Bukunya tinggal satu ini kah Mbak?”
“Oh, enggak Mas.. masih ada lagi bentar saya ambilkan,” kata Mbaknya. Ah, padahal saya mengharapkan jawaban iya. Hha..
Keliling-keliling, setiap stand dikunjungi. Yang lumayan lama di stand Qisthi Press itu, karena kepingin banget dapetin buku yang saya cari itu. Ternyata tak ada, dan saya akhirnya jalan keliling lagi siapa tau ada di tempat lain. Hmm… ternyata malah banyak menemukan buku-buku yang ke arah-arah liberal. Ckck.. Iseng si Ridho membalik buku itu supaya tidak terlihat. Dasar…..!
Setelah pusing keliling, akhirnya kembali juga ke stand tadi dan akhirnya membeli buku ini. Semoga kisah-kisah para sahabat menginspirasi saya pribadi.
Dan selamat membaca untuk saya sendiri…..
Komentar
Posting Komentar