Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2014

Dia Novelis Favorit

Awal mula tertariknya ketika ada seorang teman yang meng-update status di facebook merekomendasikan buku Hafalan Shalat Delisa. Siapa pengarangnya tanyaku. Disebutkan di sana ‘Tere-Liye’. Aneh. Nama yang aneh untuk seorang penulis dari Indonesia. Jadi aku mengira itu adalah buku karangan orang luar. Maka ku abaikan awalnya. Beberapa waktu setelah itu saya pergi ke toko buku. Sebenarnya cuma iseng ingin lihat-lihat buku. Namun pas di rak buku tersebut, saya tertarik dengan buku yang direkomendasikan saat itu. Persis ada, ‘Hafalan Shalat Delisa’, Tere Liye. Wah, penasaran maka coba beli aja, siapa tau bagus. Akhirnya terbeli dengan ke-tidaksengaja-an dan ke-iseng-an. Maka saya coba baca pun dengan ke-iseng-an di rumah. Membaca lembar demi lembar ternyata saya ketagihan. “Novel ini bagus!” seruku. Kenapa bisa? Iya, setiap kali kita membaca per halaman rasa penasaran tuk TAHU kisah selanjutnya itu muncul. Begitu terus hingga akhirnya satu bab terselesaikan. Dalam akhir-akhir tiab bab pun

Kuakkan Faktanya!

Di sudut bumi yang satu, kursi panjang itu berada di bawah pohon beringin. Tepatnya di pinggir taman kota. Ia selalu menjadi saksi. Saksi bisu atas terungkap hal terindah dalam sosok dua muda-mudi yang merajut hubungan. Malam ini dua muda-mudi itu kembali bertemu. Di sambut mesra orkestra alami dari bebunyian jangkrik yang mengelilingi ia. Tentu saja muda-mudi itu duduk rapih di atasnya. “Sayang,” “Kenapa sayang…?” ini cengkrama yang terdengar oleh kursi panjang. “Sebenarnya dari dulu waktu kecil aku suka sama kamu say.. tapi karena aku masih kecil, ya aku gak berani ngasih tau. Takut dimarahin Bapak. Sekarang aku bahagia banget, udah gede dan akhirnya bisa pacaran sama kamu. Aku bahagia say…” “Ooh..gitu,” *** Haha… Udah gede! Itulah alasan yang dibuat-buat. Katanya kalau sudah pacaran itu berarti sudah gede. Kalau belum berarti masih anak ingusan. Ih..! teori darimana tuh. Saya belum pernah menemukan jurnal penelitian ilmiah yang mengatakan demikian. Haha… Memang sebagian masyarakat k

Malam semakin larut

Malam semakin larut. Bukan semacam larutan, tapi larut dalam artian malam semakin malam. Suara jangkrik pun terdengar indah dan merdu dari sini. Di lantai dua rumah seorang teman, bercengkrama dengan laptop. Di ruangan ini cukup luas. Jendela mengelilingi, tiap sisi ada masing-masing dua jendela. Di satu sisi ada tiga jendela yang di antara dua jendela ada sebuah pintu. Bukan pintu kemana saja di film doraemon, tapi ini pintu yang kalau dibuka kita akan bisa melihat pemandangan di luar. Dari atas tentunya. Jadi orang-orang terlihat kecil, pendek. Rumah-rumah terlihat bertaburan, genteng-genteng terlihat tersusun menutupi rumah-rumah tadi. Kalau saja ini film jackie chan, bisa saja saya melompat-lompat dari genteng ke genteng menyelamatkan orang-orang yang sedang dalam bahaya saat ini. Bak pahlawan kemalaman. “Sedang apa kau di sini?” salah satu orang bertanya seperti itu dalam khayalan saya. Sudah saya bilang di paragraf awal, sedang bercengkrama dengan laptop. Tetap saja ketika lapt

Kata Pertama

Cepat tuliskan dulu! Nah, selesai saya menuliskan kalimat atau kata pertama biasanya kata-kata dan kalimat-kalimat berikutnya akan mengalir dengan sendirinya. Memang benar, salah satu yang menjadi kesulitan saya ketika mau memulai tulisan adalah “apa pembukaannya?” Sungguh disayangkan ketika sudah membuka mic word atau windows live writer (salah satu aplikasi untuk blogging) namun beberapa saat kemudian kursor mouse mengarah ke tombol close. Jadinya gak ada tulisan yang tercipta. Sayang sekali bung! Padahal biasanya juga ide-ide itu sudah terkumpul di kepala. Terus sudah tersusun juga di otak. Tapi lagi-lagi ketika sudah berhadapan one by one dengan mic word atau windows live writer seketika buyar. Apakah saya grogi berhadapan dengannya? Terus gugup, terus akhirnya jadi salting? Haha… Gak begitu. Yang pasti karena biasanya saya kepingin tulisannya jadi super, terus bingung setengah mati mikirin kalimat awal atau paragraf pembuka yang cetar itu seperti apa. Nah itu kesalahannya! Saya

2014, I am Coming!

Pagi sejuk. Sesejuk es krim. Terakhir saya menikmati es krim saat pulang ba’da sholat jum’at di masjid agung martapura. Ada tersedia jajanan es krim durian dilengkapi dengan roti yang dipotong kecil-kecil. Saya beli tiga. Di bawa pulang dengan kantong kresek berwarna hitam sambil bersenandung ria. Saat di makan sejuk. Sesejuk pagi ini. Dua sampai tiga hari terakhir ini saya selalu disuguhkan dengan kalimat-kalimat tentang resolusi. Banyak banget teman-teman sosial media yang membicarakan itu. Mulai dari di facebook sampai di twitter. Asyik juga membaca resolusi-resolusi mereka. Satu dua ada yang membuat saya terkagum. Hebat! Yang pertama mungkin karena saya kenal dia dan pribadinya sehingga saya tau kapasitasnya. Dan ia memasang target resolusi yang cukup keren maka saya pun jadi terbakar, “Masa saya gak bisa!” Lagi. Saya terus menscroll-scroll timeline facebook dan twitter. Terhenti di twit Kakek Jamil, “ Cara membuat resolusi .” Oke, ditulisan beliau cukup menendang. Tapi tetap int