Langsung ke konten utama

Malam semakin larut

bintang-jatuhMalam semakin larut. Bukan semacam larutan, tapi larut dalam artian malam semakin malam. Suara jangkrik pun terdengar indah dan merdu dari sini. Di lantai dua rumah seorang teman, bercengkrama dengan laptop.

Di ruangan ini cukup luas. Jendela mengelilingi, tiap sisi ada masing-masing dua jendela. Di satu sisi ada tiga jendela yang di antara dua jendela ada sebuah pintu. Bukan pintu kemana saja di film doraemon, tapi ini pintu yang kalau dibuka kita akan bisa melihat pemandangan di luar. Dari atas tentunya. Jadi orang-orang terlihat kecil, pendek. Rumah-rumah terlihat bertaburan, genteng-genteng terlihat tersusun menutupi rumah-rumah tadi. Kalau saja ini film jackie chan, bisa saja saya melompat-lompat dari genteng ke genteng menyelamatkan orang-orang yang sedang dalam bahaya saat ini. Bak pahlawan kemalaman.

“Sedang apa kau di sini?” salah satu orang bertanya seperti itu dalam khayalan saya. Sudah saya bilang di paragraf awal, sedang bercengkrama dengan laptop. Tetap saja ketika laptop saya tanya, “sudah makan?” dia gak bakalan menjawab. Kebetulan saya senang sekali fakta itu. Jika saja dia bisa menjawab, entah apa yang terjadi selanjutnya. Bisa saja. pertama, saya membanting habis laptop di depan ini. Kedua, saya kabur terbirit-birit ke lantai dasar. Ketiga, saya melakukan keduanya ditambah lagi teriakan histeris.

 

“Saya sebenarnya sedang menulis bung,” jawab saya untuk menyenangkan hati orang yang bertanya dalam khayalan saya tadi.

“Baguslah, ingat terus janji mu…” dia berkata lagi. Saya mulai khawatir.

“Janji yang mana bung?” saya tanya aja lagi.

“Yang itu. Menulis tiap hari.”

“Hahaha… iya, saya ingat bung. Makanya saya paksain nulis ini. Meskipun gak ada temanya,” saya jawab. Itu sambil ketawa di awal.

“Keren! Lanjutkan. Saya mau pergi dulu,” ucap dia. Katanya mau pergi. Ya saya biarkan saja pergi. Gak saya halangi. Memangnya siapa saya menghalangi langkah kakinya yang ingin menjejaki dunia luar. Dia mungkin saja ingin berjalan menjelajahi dunia. Melihat fenomena, budaya, bahasa, dan kebiasaan masyarakat di belahan bumi lain. Itu keren kok.

“Oke, jalan di hati-hati bung!” saya menasihati.

“Terima kasih…” dia menjawab.

“Sama-sama…” saya menjawab juga.

“Sip”

“Oke..”

Setelah itu dia pergi entah kemana. Meninggalkan bayang-bayang semu. Meninggalkan saya sendiri dalam imajinasi yang berkeliaran tak tentu arah. Meninggalkan saya yang sedang bingung. Bingung menyelesaikan coding program.

 

ditulis spontanitas…
maafkan kalau tidak bermanfaat..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seperti Ali dan Fatimah

hai terima kasih udah mendengarkan dan sabar ya, dia gak akan kemana-mana kok, yang udah dituliskan di tinta-Nya, pasti akan ketemu, meskipun kamu sekarang keesepian, melihat teman2 udah gak sendirian, tapi kamu hebat kok, bisa menjaga cuma untuk yang halal nanti, sabar ya, tapi semesta tau, kalo kamu pengen banget diperhatiin, disayangin, dimanjain, ngeliat temen lain udah pada dapat itu, gapapa kok, bertahan aja, gak usah iri, apalagi sama pasangan yg belum halal, ohya, kamu tau kisah cinta palng romantis beberapa abad yg lalu? mereka berdua sama-sama bersabar, menahan rasa yg terus membuncah, padahal rasa itu tumbuh udah mulai kecil,

3.1.a.8.2. Blog Rangkuman Koneksi Antar materi - Modul 3.1

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,  Saya Muhammad Fajri Romadhoni, S.Kom calon guru penggerak Angkatan 8 dari SMPIT Ar Rahman Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan.  Saya ucapkan terimakasih kepada Fasilitator yaitu Bapak Subiarto, M.Pd yang telah membimbing dan senantiasa memotivasi dalam setiap tahapan belajar saya dalam menempuh Pendidikan Guru Penggerak.  Saya juga ucapkan terimakasih kepada pengajar praktik Bapak Alfian Wahyuni, S.Pdi yang selalu mendampingi dan menjadi teman berbagi baik saat menempuh Pendidikan guru penggerak maupun dalam hal lain berkenaan dengan perkembangan pendidikan.  Saya juga ucapkan terimaksih kepada rekan CGP angkatan 8 yang senantiasa berkenan berbagi dan berkolaborasi dalam setiap tahapam PGP. Saya kali ini saya akan membuat rangkuman dari proses perjalanan pembelajaran saya sampai saat ini pada program guru penggerak dengan berpedoman pada pertanyaan berikut ini. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan d

Garis Misterius

Anggap saja dihadapan kita ada sebuah papan tulis, di tangan kita spidol merek ternama memaksa kita untuk menggambar sebuah garis panjang di depan. Garis tersebut memanjang mulai ujung papan sebelah kiri hingga ujung sebelah kanan. Jika diukur, menggunakan pengukur yang ada di meja, menunjukkan angka satu meter. Lagi-lagi tangan kita terpaksa membagi garis panjang tersebut menjadi tiga bagian. Bagian pertama dan ketiga hampir sama panjanganya. Namun, tangan kita membuat bagian yang kedua, yang berada di tengah lebih kecil. Bahkan sangat kecil dibanding yang lain. "Tahukah kalian?" tiba-tiba suara muncul. Reaksi kita tentu kaget. Lah, bagaimana tidak, persepsi kita pasti kalau ada suara tanpa ada sumber suara berarti itu... "Tahukah kalian?" lagi-lagi muncul. "Ehh, enggak. Enggak tahu," anggap saja kita menjawab demikian. "Garis di papan itu adalah garis waktu." "Eh. Eh,,, iya, " anggap saja kita akting gu