Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2013

Coretan Pagi

Di pagi yang dingin menusuk tulang belulang, izinkan saya membuka kembali potongan-potongan puzzle kehidupan. Yang membuat jiwa dan raga merindu. Di pagi yang sehabis malam terguyur rintikan hujan. Yang resonansi darinya membuat seseorang kembali mengingat memori-memorinya di masa lalu. Dari potongan-potongan itulah diri ini mendaki, menjajak tapak-tapak kehidupan yang mengahadang di depan. Saya, merindu. Ketika dulu tiap pertemuan mingguan itu, saya mendapat perhatian lebih dengan tekanan. “Gimana tahajudnya minggu ini? Gimana sholat jama’ahnya di masjid minggu ini? Gimana tilawahnya sudah berapa lembar? Ayo setor hafalannya!!” Jika tak sesuai target, jadilah bulan-bulanan target ceramah beliau. Iya, saya merindu. Saya, merindu. Ketika dulu, ketika agenda-agenda dakwah saya mulai terseok-seok. Terlepas dari target-target. Tiap pertemuan mingguan itu, “Gimana kabar program kerjanya akhi?” Lalu ku jawab, dengan jujur, malu-malu karena alasan tak syar’i –nya, terbata-bata menjelaskan.

Part #2

Gedungnya cukup mewah. Setidaknya tiga kali bahkan lima kali lebih besar dari rumah sederhana yang ku punya. Kami masuk melalui pintu depan. Ya lumayan sedikit terbantu dengan terbukanya pintu otomatis. Kalau saja nenek juga ikut, ia pasti akan kaget dan berkicau tak jelas. Bingung kenapa pintu bisa dengan sendirinya terbuka dan menutup. Mata menyapu melihat desain interior gedung. Begitu masuk ke dalam gedung, kami disambut dengan susunan sofa yang begitu rapi. Ia tersusun di depan meja recepsionis yang sedang dijaga oleh dua wanita yang berparas cantik. Di pojok-pojok area itu kami menemukan pot-pot bunga yang sekilas terlihat segar. Entah itu bunga asli atau bukan, setidaknya dengan melihat itu membuat kita mengurangi satu urat stress yang ada di kepala. “Kita tunggu di sini saja. Aku coba hubungi dulu beliau,” kataku menyuruh Akbar duduk di sofa yang tersusun rapi. Aku lantas sibuk mencari-cari nomor kontak pa gubernur dan sibuk meletakkan handphone tersebut ditelinga. “Assala

Part #1

Bersama pagi, ditemani secangkir kopi hangat ku membuka hari. Seperti biasa, kami memiliki rutinitas unik setiap paginya. Menggoda acil-acil warung. Bercengkrama hingga air dalam cangkir kami habis terminum. Atau bisa juga hingga sebatang rokok yang kami hirup bersisa sekitar satu centi meter lagi dari mulut kami. “Berita apa hari ini yang mau kau liput, Jun?” Tanya temanku. “Kelanjutan yang kemarin Bar, tentang proyek perbaikan jalan. Proyek itu harus terus kita ikuti!” kataku menjawab pertanyaan Akbar. “Okelah, aku ikut kau. Tapi habisian kopi ini dulu ya baru kita berangkat.” “Siap bos!” Akupun menyeruput sedikit demi sedikit kopi panas di atas meja kayu ini. Warung Acil ini cukup sederhana. Bangunannya hanya terdiri dari kayu-kayu yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk sebuah gubuk kecil. Di dalamnya bersusun meja panjang mengelilingi pinggiran bangunan ini. Lengkap dengan kursi panjang menemani meja yang terbuat dari kayu. Aku duduk di sebelah Akbar mulai tadi pagi. Dua