Alkisah, tersebutlah sepasang suami istri yang saling menyayangi. Mereka hidup degan rukun dan harmonis. Sampai suatu ketika, karena suatu sebab sang istri tiba-tiba kehiliangan kedua penglihatannya. Praktis, segala sesuatunya berubah. Sang istri hampir saja depresi, sampai pada akhirnya dia memutuskan, bahwa apapun yang terjadi hidup mesti dilanjutkan. Dan dia percaya, bahwa dia dapat beraktivitas sama seperti orang normal.
Sejak saat itu dia sepenuhnya menolak perlakuan suaminya yang seakan-akan menganggap dia sebagai orang cacat. Dia menolak dibantu dalam melakukan tugas apapun. Dia, mampu mandiri dalam segala hal, ucapnya meyakinkan suaminya.
Sang istri kemudian memutuskan untuk kembali bekerja seperti sedia kala. Setiap pagi dia menunggu bus dari halte dekat rumahnya, menaiki bus tersebut, ke tempat kerja, dan pulang dengan bus yang sama. Begitu setiap harinya. Semua dilakukan dengan, sekali lagi, tanpa bantuan orang lain.
Suatu hari di tempat kerja, sang istri mengeluh kepada sepasang suami istri yang merupakan teman kerjanya yang kebetulan juga selalu berada di bus yang sama dengannya.
"aku iri kepada kalian,"ucapnya, "kalian begitu harmonis."
"dulu keadan aku dan suamiku juga sama seperti kalian. Namun, setelah aku kehilangan kedua penglihatanku ini semua serba berubah."
"justru kamilah yang sangat iri dengan kamu." jawab kawannya tadi.
Si wanita tadi terkejut.
"Andai kamu tahu betapa perhatiannya suami kamu. Setiap hari dari bis aku melihat , di halte seorang laki-laki yang selalu duduk di samping kamu setia pula menunggu kedatangan bis. Ketika bis datan, dia kemudian menyeberang bersama kamu. Perhatiannya sangat awas. Dia stop semua kendaraan di kiri kanan kamu agar tidak ada yang menciderai kamu. Dia kemudian ikut naik ke dalam bis, dan dengan tatapan sayang selalu memperhatikan kamu dari seberang tempat dudukmu. Ketika bis sampai, kamu turun dari bis.Aku melihat dia memberikan kecupan tangan sayangnya kepadamu dari kejauhan. Kemudian sampai kamu masuk ke pintu gerbang, tatapan matanya tetap melekat padamu.
Ketika jam pulang tiba, ternyata dia juga ada di dalam bis. Masih sama, dia duduk di seberangmu sembari tak henti menatapi kamu. Ketika kamu turun, dia ikut turun menyertaimu, berhati-hati berjalan bersamamu. Begitu terus pemandangan saban hari yang aku lihat."
Si wanita tersentak mendengar penuturan temannya tadi. Sungguh dia tidak menyangka.
_______________________________________________
Sob, tulisan tersebut pertama kali saya dapatkan di sebuah artikel motivasi sebuah majalah yang tergeletak di kamar kos teman saya. Lalu teman saya bilang begini.
"Nah, hubungan kita dengan Tuhan juga seperti itu. Kita seringkali merasa di tengah 'kecacatan' kita, kita sanggup melakukan segala sesuatunya sendiri. Kita melupakan Tuhan. Padahal Tuhan, persis seperti suami tadi, dia selalu mengamati kita, dan harap-harap cemas melihat tingkah laku yang kita kerjakan."
"Tidak sepakat!" ucap saya.
"Allah, Tuhan kita nggak begitu. Karena bahkan dia jauh lebih dari itu. Allah jauh lebih dari sang suami, Allah bahkan ada bersama kita di setiap detik kehidupan kita. Dia tidak hanya memperhatikan kita. Dia melindungi kita, Dia memberi pertolingan kepada kita. Dia yang memberikan kita segalanya. Kita layaknya si istri buat tadi, kita tidak melihatNya, namun Dia Maha Melihat kita. Dan Dia tak sekedar Melihat, tapi Dia adalah Kuasa atas segalanya."
"Dan lebih dari itu, saat kita merasa sendiri, sungguh dia selalu ada membersamai kita. Kebersamaan Dia dengan kita, bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri."
(Diambil dari buku "AlQandas AlKamil-Kegagalan yang Sempurna" ditulis oleh "Akin")
Sejak saat itu dia sepenuhnya menolak perlakuan suaminya yang seakan-akan menganggap dia sebagai orang cacat. Dia menolak dibantu dalam melakukan tugas apapun. Dia, mampu mandiri dalam segala hal, ucapnya meyakinkan suaminya.
Sang istri kemudian memutuskan untuk kembali bekerja seperti sedia kala. Setiap pagi dia menunggu bus dari halte dekat rumahnya, menaiki bus tersebut, ke tempat kerja, dan pulang dengan bus yang sama. Begitu setiap harinya. Semua dilakukan dengan, sekali lagi, tanpa bantuan orang lain.
Suatu hari di tempat kerja, sang istri mengeluh kepada sepasang suami istri yang merupakan teman kerjanya yang kebetulan juga selalu berada di bus yang sama dengannya.
"aku iri kepada kalian,"ucapnya, "kalian begitu harmonis."
"dulu keadan aku dan suamiku juga sama seperti kalian. Namun, setelah aku kehilangan kedua penglihatanku ini semua serba berubah."
"justru kamilah yang sangat iri dengan kamu." jawab kawannya tadi.
Si wanita tadi terkejut.
"Andai kamu tahu betapa perhatiannya suami kamu. Setiap hari dari bis aku melihat , di halte seorang laki-laki yang selalu duduk di samping kamu setia pula menunggu kedatangan bis. Ketika bis datan, dia kemudian menyeberang bersama kamu. Perhatiannya sangat awas. Dia stop semua kendaraan di kiri kanan kamu agar tidak ada yang menciderai kamu. Dia kemudian ikut naik ke dalam bis, dan dengan tatapan sayang selalu memperhatikan kamu dari seberang tempat dudukmu. Ketika bis sampai, kamu turun dari bis.Aku melihat dia memberikan kecupan tangan sayangnya kepadamu dari kejauhan. Kemudian sampai kamu masuk ke pintu gerbang, tatapan matanya tetap melekat padamu.
Ketika jam pulang tiba, ternyata dia juga ada di dalam bis. Masih sama, dia duduk di seberangmu sembari tak henti menatapi kamu. Ketika kamu turun, dia ikut turun menyertaimu, berhati-hati berjalan bersamamu. Begitu terus pemandangan saban hari yang aku lihat."
Si wanita tersentak mendengar penuturan temannya tadi. Sungguh dia tidak menyangka.
_______________________________________________
Sob, tulisan tersebut pertama kali saya dapatkan di sebuah artikel motivasi sebuah majalah yang tergeletak di kamar kos teman saya. Lalu teman saya bilang begini.
"Nah, hubungan kita dengan Tuhan juga seperti itu. Kita seringkali merasa di tengah 'kecacatan' kita, kita sanggup melakukan segala sesuatunya sendiri. Kita melupakan Tuhan. Padahal Tuhan, persis seperti suami tadi, dia selalu mengamati kita, dan harap-harap cemas melihat tingkah laku yang kita kerjakan."
"Tidak sepakat!" ucap saya.
"Allah, Tuhan kita nggak begitu. Karena bahkan dia jauh lebih dari itu. Allah jauh lebih dari sang suami, Allah bahkan ada bersama kita di setiap detik kehidupan kita. Dia tidak hanya memperhatikan kita. Dia melindungi kita, Dia memberi pertolingan kepada kita. Dia yang memberikan kita segalanya. Kita layaknya si istri buat tadi, kita tidak melihatNya, namun Dia Maha Melihat kita. Dan Dia tak sekedar Melihat, tapi Dia adalah Kuasa atas segalanya."
"Dan lebih dari itu, saat kita merasa sendiri, sungguh dia selalu ada membersamai kita. Kebersamaan Dia dengan kita, bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri."
(Diambil dari buku "AlQandas AlKamil-Kegagalan yang Sempurna" ditulis oleh "Akin")
Komentar
Posting Komentar