Sambil minum kopi, menyerupnya sedikit demi sedikit. Merasakan sensasi tiap serupan hangat yang masuk kemulut dengan terlebih dahulu melewati bibir, lidah, tenggorokan, dan proses selanjutnya silahkan tanya anak biologi. Mendengarkan lantunan-lantunan tak bersuara manusia, hanya bunyi-bunyi yang dihasilkan alat musik yang tertib dimainkan para musisi, yang sering disebut Depapepe.
“Eh… kenapa Kek? Apanya yang berbeda?” tanya ku.
Ternyata Kakek Jar senang si Arjuna bertanya penasaran. Ia langsung mendekat ke tempat Arjuna bertengger. Berbekal tongkat kayunya ia berjalan perlahan mendekat. Setapak demi setapak, sambil tersenyum girang karena jebakannya berhasil. Sekarang Kakek ada teman mengobrol.
"Kakek mau cerita sesuatu Nak,”
“Astaga, kakek mau cerita? pasti membosankan,” gerutu Arjuna dalam heart-nya. Nah heart dalam pemakaian kata di sini berarti jantung. Padahal maunya itu hati, tapi kalau memakai bahasa inggris hati, liver seperti gak cocok. Maka kesimpulannya jangan pakai bahasa inggris lah. Oke kita ulangi.
“Astaga, kakek mau cerita? pasti membosankan,” gerutu Arjuna dalam hatinya.
“Malam itu…Tepat di bulan yang persis seperti bulan ini, Rajab. Seorang manusia terpilih di zamannya menerima perintah dari Tuhannya untuk melakukan perjalanan yang sangat tertolak oleh akal manusia. Muhammad bin Abdullah namanya, Rasulullah SAW.
“Perjalanan itu pun dilaksanakan sesuai perintah Allah. Dalam waktu singkat, beliau sudah mencapai Masjidil Aqsa’. Sekitar 1500 km jaraknya dari Rasulullah berada, Masjidil Haram. Bahkan sang onta termahal dan terkuat pun hanya bisa menempuh jarak sejauh itu dalam waktu kurang lebih dua bulan.
“Tak cukup sampai situ keanehannya, kendaraan yang mengantarnya tadi kembali melesat bukan dengan arah horizontal, tetapi dengan arah vertikal. Rasulullah melakukan perjalanan yang belum pernah dilakukan oleh Nabi-nabi sebelumnya. Perjalanan ke langit ke-tujuh. Perjalanan itu membawa sebuah cerita manis dengan bertemunya beliau tanpa tabir dengan sang pencipta alam semesta. Entah bagaimana bergejolaknya beliau saat itu. Hingga pulang membawa bekal yang kini tetap kita jalankan, Sholat lima waktu."
Slurrpp…suara kopi ku hirup. Sedangkan kopi kakek jauh di meja sebelah sana tadi. Malas ku mengambilnya, berharap kakek segera mengantuk dan menyelesaikan ceritanya.
“Setelah pulang,” kakek melanjutkan, “beliau ceritakan kejadian itu. Maka, apa yang terjadi, Nak?” tanya Kakek.
“Orang-orang tidak percayaaaaa…” aku menjawab malas dengan gaya anak TK. Toh, aku sudah sering sekali mendengar cerita ini diulang-ulang setiap tahun.
“Yup betul sekali, kamu pintar juga ya..! Jadi ketika beliau kembali ke rumahnya dan menceritakannya kepada masyarakat, seketika mereka berkata ‘Muhammad gila!’, ‘Muhammad tidak waras!’, ‘Muhammad pendusta!’. Semua berkata demikian.
“Namun, ada satu orang Nak. Ada satu orang yang melihat bukan dengan akal dan mata. Ada satu orang yang memiliki ketajaman berpikir melampaui manusia lainnya. Ada satu orang yang memiliki keyakinan kuat. Ialah Abu Bakar. Ia melihat dengan iman. Ia yakin yang dikatakan Rasulullah itu benar adanya, maka tak ada jalan lain selain mengimaninya.
“Beginilah sahabat mulia. Tak melihat dengan mata, melainkan iman-lah menjadi pondasinya, kacamatanya. Melalui iman lah ia melihat kehidupan. Ia berbeda! berbeda dari yang lain! Maka sejak saat itulah ia dikenal dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq radiyallahu anhum’.
“Hemm…maka berbeda lah nak karena Allah. Jangan kau berbeda seperti sekarang.”
“Ha….? kenapa memangnya Kek?” aku bertanya.
“Ia nak, berbedalah karena kebaikan. Maka ketika orang-orang disekitarmu tidak dalam kebenaran, berbedalah. Tunjukkan kebenaran itu Nak meskipun hanya kau sendiri. Jangan pernah takut.
“Tapi Kakek sarankan sekali lagi, jangan berbeda seperti ini….."
"Maksudnya berbeda gimana kek? arjuna gak paham," aku terheran.
“Itu celana pendek Kakek kamu pakai, terbalik pula makainya,! Lepas Nak, itu celana favorit Kakek. Jangan jahat gitu sama kakek. Kakek ini udah tua, celana kakek kok kamu ambil juga.”
Komentar
Posting Komentar