Sebenarnya dalam menulis hanya diperlukan sedikit waktu dan kemauan. Kedua unsur tadi bisa saja dominan salah satunya sehingga memunculkan unsur yang lain. Paham gak maksudnya? Gini ketika ada kemauan tinggi tapi gak ada waktu kosong, biasanya orang yang macam ini bakalan mencari waktu-waktu curian. Misalnya saat ia sedang menunggu antrian bensin di pom, atau sedang nikmat-nikmatnya di dalam WC. Atau ia akan membuat jadwal sendiri dan mengkhususkan waktu sendiri untuk menulis dalam sehari, misalnya dengan mengorbankan waktu tidurnya yang tadinya 5 jam jadi 4 jam. Misalnya.
Nah kalau ada waktu banyak tapi gak ada kemauan. Teori saya di paragraf sebelumnya kayaknya gak bisa dipakai. Haha..Karena biasanya apapun yang gak ada kemauan untuk mengerjakannya bakalan susah. Seperti misal hari minggu ada waktu seharian, tak ada agenda apa-apa, awalnya agenda mengisi acara tetapi acara batal karena tak ada peserta misal. Nah seharian sudah di rumah aja nih, tapi ternyata karena gak ada kemauan menulis maka ya yang dikerjakan kemungkinan nonton tivi, tidur2an dan lain sebagainya.
Kesimpulannya teori itu tak bisa dipakai. Ah, kamu percaya saja dengan teori-teori buatan saya. Seharusnya dibuktikan dulu dengan penelitian ilmiah. Tapi yang jelas unsur kemauan kuat itu penting. Segala sesuatu yang didorong oleh kemauan kuat biasanya tak akan memperhitungkan segala hambatan. Semuanya diterjang, didobrak, ditabrak sampe melabrak-labrak paman yang punya gerobak.
Kemudian faktor lain yang menghambat seseorang mau ‘action’ menulis biasanya karena ia takut tulisannya jelek. Ia terlalu memikirkan bagaimana nanti pembaca membaca tulisan dia. Maka ketika sudah di depan media tulis-menulis ia akan tegang sendiri. Gugup sendiri berduaan dengan laptop atau kertas. Padahal laptop, komputer, atau kertas sebagai media tulis-menulis cuma diem aja kok. Gak ngetawain ataupun ngejek. Nah yang seperti ini harus dibuang. Menulis saja dulu, meskipun tidak dipublish di mana-mana. Yang penting tuangkan saja yang ada di dalam pikiran. Entah nanti hasilnya bagus atau jelek. Nah setelah tertuang semua, jika ada niat ingin di publish misal ke dunia maya, bisa dengan membaca ulang tulisan tadi dan mengedit-menambah kata-kata yang pas dan menghantam menghujam pembaca.
Jadi tahapannya, tuangkan ide, baru di edit- di permak. Jangan berhenti di tahap tuangkan ide karena keburu-buru ingin tulisannya bagus.
Saya sendiri pun termasuk yang takut tulisannya jelek. Maka sering kali saya gak jadi menulis karena ‘takut’ tadi. Atau karena tak ada ide, padahal ide itu ada dimana-mana. Sebenarnya faktor penghambatnya ya takut tulisannya tadi jelek dan tidak bermutu. Ini harus dihindari memang.
Saya pun masih belajar menjadi orang yang begitu senang, gembira, enjoy, ketika menulis. Karena sejatinya awal saya menulis karena bukan senang atau suka menulis, toh ini kegiatan yang paling saya gak suka sewaktu sekolah. Disuruh mengarang cerita misal oleh guru sekolah, saya sampai setengah jam bahkan sampai jam pelajaran habis belum satupun kata yang tertuang. Hahaha…
Sejatinya awal saya ingin menjadi penulis karena kagum dengan seseorang, dan ingin menjadi sepertinya. Saya terinspirasi dengan tulisan-tulisannya, maka saya pun ingin menjadi penulis. Ah, keinginan sederhana memang, tapi sulit dalam pelaksanannya. Maka tahapan saya sekarang adalah memaksa terus menulis, menciptakan habits menulis, hingga akhirnya saya cinta dengan aktivitas ini, saya senang, enjoy, dan seperti ada yang kurang ketika saya tidak menulis dalam sehari. Semoga. Amiin….
Komentar
Posting Komentar