Langsung ke konten utama

Menulis dan harapan

tetesSebenarnya dalam menulis hanya diperlukan sedikit waktu dan kemauan. Kedua unsur tadi bisa saja dominan salah satunya sehingga memunculkan unsur yang lain. Paham gak maksudnya? Gini ketika ada kemauan tinggi tapi gak ada waktu kosong, biasanya orang yang macam ini bakalan mencari waktu-waktu curian. Misalnya saat ia sedang menunggu antrian bensin di pom, atau sedang nikmat-nikmatnya di dalam WC. Atau ia akan membuat jadwal sendiri dan mengkhususkan waktu sendiri untuk menulis dalam sehari, misalnya dengan mengorbankan waktu tidurnya yang tadinya 5 jam jadi 4 jam. Misalnya.

Nah kalau ada waktu banyak tapi gak ada kemauan. Teori saya di paragraf sebelumnya kayaknya gak bisa dipakai. Haha..Karena biasanya apapun yang gak ada kemauan untuk mengerjakannya bakalan susah. Seperti misal hari minggu ada waktu seharian, tak ada agenda apa-apa, awalnya agenda mengisi acara tetapi acara batal karena tak ada peserta misal. Nah seharian sudah di rumah aja nih, tapi ternyata karena gak ada kemauan menulis maka ya yang dikerjakan kemungkinan nonton tivi, tidur2an dan lain sebagainya.

 

Kesimpulannya teori itu tak bisa dipakai. Ah, kamu percaya saja dengan teori-teori buatan saya. Seharusnya dibuktikan dulu dengan penelitian ilmiah. Tapi yang jelas unsur kemauan kuat itu penting. Segala sesuatu yang didorong oleh kemauan kuat biasanya tak akan memperhitungkan segala hambatan. Semuanya diterjang, didobrak, ditabrak sampe melabrak-labrak paman yang punya gerobak.

Kemudian faktor lain yang menghambat seseorang mau ‘action’ menulis biasanya karena ia takut tulisannya jelek. Ia terlalu memikirkan bagaimana nanti pembaca membaca tulisan dia. Maka ketika sudah di depan media tulis-menulis ia akan tegang sendiri. Gugup sendiri berduaan dengan laptop atau kertas. Padahal laptop, komputer, atau kertas sebagai media tulis-menulis cuma diem aja kok. Gak ngetawain ataupun ngejek. Nah yang seperti ini harus dibuang. Menulis saja dulu, meskipun tidak dipublish di mana-mana. Yang penting tuangkan saja yang ada di dalam pikiran. Entah nanti hasilnya bagus atau jelek. Nah setelah tertuang semua, jika ada niat ingin di publish misal ke dunia maya, bisa dengan membaca ulang tulisan tadi dan mengedit-menambah kata-kata yang pas dan menghantam menghujam pembaca.

Jadi tahapannya, tuangkan ide, baru di edit- di permak. Jangan berhenti di tahap tuangkan ide karena keburu-buru ingin tulisannya bagus.

Saya sendiri pun termasuk yang takut tulisannya jelek. Maka sering kali saya gak jadi menulis karena ‘takut’ tadi. Atau karena tak ada ide, padahal ide itu ada dimana-mana. Sebenarnya faktor penghambatnya ya takut tulisannya tadi jelek dan tidak bermutu. Ini harus dihindari memang.

Saya pun masih belajar menjadi orang yang begitu senang, gembira, enjoy, ketika menulis. Karena sejatinya awal saya menulis karena bukan senang atau suka menulis, toh ini kegiatan yang paling saya gak suka sewaktu sekolah. Disuruh mengarang cerita misal oleh guru sekolah, saya sampai setengah jam bahkan sampai jam pelajaran habis belum satupun kata yang tertuang. Hahaha…

Sejatinya awal saya ingin menjadi penulis karena kagum dengan seseorang, dan ingin menjadi sepertinya. Saya terinspirasi dengan tulisan-tulisannya, maka saya pun ingin menjadi penulis. Ah, keinginan sederhana memang, tapi sulit dalam pelaksanannya. Maka tahapan saya sekarang adalah memaksa terus menulis, menciptakan habits menulis, hingga akhirnya saya cinta dengan aktivitas ini, saya senang, enjoy, dan seperti ada yang kurang ketika saya tidak menulis dalam sehari. Semoga. Amiin…. Smile

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seperti Ali dan Fatimah

hai terima kasih udah mendengarkan dan sabar ya, dia gak akan kemana-mana kok, yang udah dituliskan di tinta-Nya, pasti akan ketemu, meskipun kamu sekarang keesepian, melihat teman2 udah gak sendirian, tapi kamu hebat kok, bisa menjaga cuma untuk yang halal nanti, sabar ya, tapi semesta tau, kalo kamu pengen banget diperhatiin, disayangin, dimanjain, ngeliat temen lain udah pada dapat itu, gapapa kok, bertahan aja, gak usah iri, apalagi sama pasangan yg belum halal, ohya, kamu tau kisah cinta palng romantis beberapa abad yg lalu? mereka berdua sama-sama bersabar, menahan rasa yg terus membuncah, padahal rasa itu tumbuh udah mulai kecil,

3.1.a.8.2. Blog Rangkuman Koneksi Antar materi - Modul 3.1

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,  Saya Muhammad Fajri Romadhoni, S.Kom calon guru penggerak Angkatan 8 dari SMPIT Ar Rahman Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan.  Saya ucapkan terimakasih kepada Fasilitator yaitu Bapak Subiarto, M.Pd yang telah membimbing dan senantiasa memotivasi dalam setiap tahapan belajar saya dalam menempuh Pendidikan Guru Penggerak.  Saya juga ucapkan terimakasih kepada pengajar praktik Bapak Alfian Wahyuni, S.Pdi yang selalu mendampingi dan menjadi teman berbagi baik saat menempuh Pendidikan guru penggerak maupun dalam hal lain berkenaan dengan perkembangan pendidikan.  Saya juga ucapkan terimaksih kepada rekan CGP angkatan 8 yang senantiasa berkenan berbagi dan berkolaborasi dalam setiap tahapam PGP. Saya kali ini saya akan membuat rangkuman dari proses perjalanan pembelajaran saya sampai saat ini pada program guru penggerak dengan berpedoman pada pertanyaan berikut ini. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan d

Garis Misterius

Anggap saja dihadapan kita ada sebuah papan tulis, di tangan kita spidol merek ternama memaksa kita untuk menggambar sebuah garis panjang di depan. Garis tersebut memanjang mulai ujung papan sebelah kiri hingga ujung sebelah kanan. Jika diukur, menggunakan pengukur yang ada di meja, menunjukkan angka satu meter. Lagi-lagi tangan kita terpaksa membagi garis panjang tersebut menjadi tiga bagian. Bagian pertama dan ketiga hampir sama panjanganya. Namun, tangan kita membuat bagian yang kedua, yang berada di tengah lebih kecil. Bahkan sangat kecil dibanding yang lain. "Tahukah kalian?" tiba-tiba suara muncul. Reaksi kita tentu kaget. Lah, bagaimana tidak, persepsi kita pasti kalau ada suara tanpa ada sumber suara berarti itu... "Tahukah kalian?" lagi-lagi muncul. "Ehh, enggak. Enggak tahu," anggap saja kita menjawab demikian. "Garis di papan itu adalah garis waktu." "Eh. Eh,,, iya, " anggap saja kita akting gu