Langsung ke konten utama

Sebuah Kepastian


Kemarin, adik aku pulang sekolah lebih cepat. Ternyata ia pulang dengan memegang tangannya kesakitan. “tadi habis main bola faiznya, terus tegugur,” ucap keponakanku.


Jadi tangannya kesilahu. Terus aja dia mengeram kesakitan. Sambil meliat tivi tapinya. Saat filmnya mulai, terdiam. Saat sudah sponsor/iklan eramannya kembali lagi. Hhe..


Jadi sorenya diputuskan untuk pergi ke tukang urut dekat rumah. ninik ku yang tau seluk beluk tukang urutlah jadi yang mengantar ke rumah nya. Aku sebagai tukang ojek siap mengantar mereka berdua.


Sampai di tempat tukang urutnya langsung saja faiz di rebahkan di kasur kecil nan tipis di ruangan tersebut yang memang khusus tersedia untuk ‘pasien’ yang ingin di urut. Rumah yang sederhana. Hanya terdiri dari kayu-kayu yang tersusun sedemikian rupa sehingga cukup untuk menampung penghuni rumah dan melindunginya dari bahaya di luar.



Satu hal yang menarik ketika terjadi percakapan antara ninik ku dan tukang urut tadi. “Si …. Kemana sekarang? Kadada lagi kah sudah?”.

“Oh. Hi ih.. kadada lagi cil ae,”

Lagi percakapan sejenis terurai,

“eh,,si … meninggal lah sudah..?”

“oh..iya kah? Babila cil…kada mendangar nah..”


Hmm,,,yang paling menonjol memang kalau di kampung itu adalah setiap anggota rumah mengenal setiap anggota rumah yang lain. bahkan sampai silsilah keluarga, berapa anaknya berapa cucunya siapa istrinya, apakah sudah menikah atau belum, hingga apaah ia sudah mati.


Jadi, dari percakapan tadi, yang paling sering ku dengar itu ya, tentang kematian itu. tanpa disadari ini adalah sebuah alam bawah sadar yang sudah menjadi kebiasaan bahwa kematian itu sesuatu yang pasti. Setiap orang itu pasti mati, namun tidak ada yang tau kapan, dimana dan dengan cara apa. 
Maka dengan keadaan bagaimana kah kita mati? Itu rahasia Allah, kita hanya bisa berusaha dan berdo’a untuk dimatikan dengan cara keren, yaitu husnul khotimah.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…” (Q.S. Al Imran : 185)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seperti Ali dan Fatimah

hai terima kasih udah mendengarkan dan sabar ya, dia gak akan kemana-mana kok, yang udah dituliskan di tinta-Nya, pasti akan ketemu, meskipun kamu sekarang keesepian, melihat teman2 udah gak sendirian, tapi kamu hebat kok, bisa menjaga cuma untuk yang halal nanti, sabar ya, tapi semesta tau, kalo kamu pengen banget diperhatiin, disayangin, dimanjain, ngeliat temen lain udah pada dapat itu, gapapa kok, bertahan aja, gak usah iri, apalagi sama pasangan yg belum halal, ohya, kamu tau kisah cinta palng romantis beberapa abad yg lalu? mereka berdua sama-sama bersabar, menahan rasa yg terus membuncah, padahal rasa itu tumbuh udah mulai kecil,

3.1.a.8.2. Blog Rangkuman Koneksi Antar materi - Modul 3.1

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,  Saya Muhammad Fajri Romadhoni, S.Kom calon guru penggerak Angkatan 8 dari SMPIT Ar Rahman Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan.  Saya ucapkan terimakasih kepada Fasilitator yaitu Bapak Subiarto, M.Pd yang telah membimbing dan senantiasa memotivasi dalam setiap tahapan belajar saya dalam menempuh Pendidikan Guru Penggerak.  Saya juga ucapkan terimakasih kepada pengajar praktik Bapak Alfian Wahyuni, S.Pdi yang selalu mendampingi dan menjadi teman berbagi baik saat menempuh Pendidikan guru penggerak maupun dalam hal lain berkenaan dengan perkembangan pendidikan.  Saya juga ucapkan terimaksih kepada rekan CGP angkatan 8 yang senantiasa berkenan berbagi dan berkolaborasi dalam setiap tahapam PGP. Saya kali ini saya akan membuat rangkuman dari proses perjalanan pembelajaran saya sampai saat ini pada program guru penggerak dengan berpedoman pada pertanyaan berikut ini. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan d

Garis Misterius

Anggap saja dihadapan kita ada sebuah papan tulis, di tangan kita spidol merek ternama memaksa kita untuk menggambar sebuah garis panjang di depan. Garis tersebut memanjang mulai ujung papan sebelah kiri hingga ujung sebelah kanan. Jika diukur, menggunakan pengukur yang ada di meja, menunjukkan angka satu meter. Lagi-lagi tangan kita terpaksa membagi garis panjang tersebut menjadi tiga bagian. Bagian pertama dan ketiga hampir sama panjanganya. Namun, tangan kita membuat bagian yang kedua, yang berada di tengah lebih kecil. Bahkan sangat kecil dibanding yang lain. "Tahukah kalian?" tiba-tiba suara muncul. Reaksi kita tentu kaget. Lah, bagaimana tidak, persepsi kita pasti kalau ada suara tanpa ada sumber suara berarti itu... "Tahukah kalian?" lagi-lagi muncul. "Ehh, enggak. Enggak tahu," anggap saja kita menjawab demikian. "Garis di papan itu adalah garis waktu." "Eh. Eh,,, iya, " anggap saja kita akting gu