Langsung ke konten utama

Kesalahan Bibah

kartun-islam-471“Kakaaaaakkk.!!! Kembaliin boneka bibaaah! ughhh, Ummi! kak ibi itu Ummi, gangguin bibah teluss..malahin mii,” kembali pecah suasana pagi itu oleh bibah yang sedang dijahilin kakaknya. Kejadian ini seperti sudah menjadi sarapan di pagi hari. Selalu saja mereka berdua saling bertengkar, entah berebut kursi di meja makan, berebut mainan, sampai berebut kamar mandi padahal kamar mandi disitu ada dua buah, ckckck. Begitulah suasana pagi di rumah yang cukup megah itu setiap harinya.

“Kak Ibii..jangan gangguin adiknya terus dong. Ayo sini sama ummi, kita sarapan, kembaliin ayo bonekanya. Nanti kalian terlambat sekolah lho,” tegur Ummi.

“Nih, ku kembaliin,” sambil melempar boneka angry birds ke Bibah. “Boneka mu jelek juga kok, huuu..!” lagi, kak Ibi mengejek.

“Huuuu, kalo jelek kenapa di ambil-ambill, dasal kak Ibi tuh yang jeleeekk..bweee,” sambil menjulurkan lidahnya, Bibah meletakkan kembali bonekanya di kamarnya. Di letakkan dengan hati-hati meskipun bukan barang pecah belah, dielus-elus kemudian sedikit berbisik, “Kamu, gak papa kan angly bet, nanti kita balas kak Ibi itu. Emang dia jahaat…” Ah, dasaL anak-anak, eh maksudnya dasaR anak-anak.

***

Keluarga ini memang bisa dibilang mendekati kesempurnaan. Keluarga yang didambakan setiap orang. Abi selalu mengajak Ibi untuk ke masjid setiap shubuh. Sedangkan Umi bersama Bibah sholat berjama’ah di rumah.

Yang paling sulit itu ya membangunkan dua malaikat kecil ini. Ka Ibi dan Bibah. Usia mereka berdua memang terpaut cukup sedikit, sekitar 10 menit. Yup, mereka saudara kembar. Ka Ibi laki-laki, Bibah perempuan. Untuk urusan bangun shubuh ini terkadang Ka Ibi-lah yang bangun terlebih dulu, tetapi terkadang juga si Bibah yang duluan. Mereka saling mengejek kalau bangunnya terakhir. “Huuu, Ka Ibi, kalah sama Bibah. Bibah bangun duluan .bweee..”

Ejekan-ejekan semacam itupun membuat mereka berdua berlomba untuk bangun pertama kali. Ada yang memasang alarm, ada juga yang melakukan perjanjian dengan Abi dan Ummi meminta dibagunkan yang pertama. Sempat juga saking takut kalahnya, si Ka Ibi, ga tidur semalaman! Bayangin! Besok shubuhnya dengan bangga dia mengejek adiknya lagi. “Huu, kakak bangun duluan,” sambil mengacak-acak rambut Bibah yang masih terlelap.

***

Hari ini hari pertama Bibah dan Ka Ibi sekolah. Mereka berdua berangkat bersama. Namun sayang karena suatu hal mereka pulang sendiri-sendiri.

“Hei, siap semua, anak itu sudah pulang dari sekolah, kita akan cegat dia di pertigaan di depan, ganti !” ciitttszz

“Oke, mobil sudah siap!” Ciitszz

Itulah percakapan para kelompok penculik yang sudah mengintai mulai pagi tadi.

“Dia sebentar lagi lewat ! cepat mobil mengarah ke sana ! Aku akan mencegatnya sesaat. Ketika ku mengobrol dengannya, cepat tarik dia dan masukkan ke mobil!”

“Siap Bos !” Lagi-lagi percakapan melalui benda hitam yang berantena.

“Adik! Adik! Sebentar, “ sambil melambaikan tangan ke arah Bibah yang sedang mengendarai sepeda. Bibah pun mengerem sepedanya.

“Iya, kenapa Om?”

“Ini, mau tanya jalan dek, jalan intan sari itu sebelah mana ya. Soalnya saya mau ke rumah teman saya, tapi bingung ini saya ada dimana dan…” Bibah turun dari sepedanya, mendekati kakak itu. Sebelum kakak itu selesai menanyakan pertanyaannya, sebelum Bibah menjawab pertanyaannya, sebuah mobil hitam dari arah selatan melaju cepat. Mengerem tepat di tempat Bibah sedang berbincang. Keluar dengan cepat sosok berbaju hitam mendekati Bibah, menggendong, menutup mulutnya dengan semacam kain. Ketika mulutnya ditutup, Bibah tidak bergerak lagi. Matanya terpejam, sepertinya dia dibius. Ah, kejadian itu cepat sekali. Sekejap. Bahkan orang disekitar tidak ada yang melihat. Seandainya saja Bibah menuruti kata-kata Umminya.

***

Semalaman Bibah tidak terbangun, ia pingsan. Rambutnya sekarang acak-acakan. Kerudungnya terlepas entah kemana. Dibuka perlahan matanya. Sedikit sakit memang, kepalanya pun begitu. Mungkin karena efek samping obat bius yang diberikan penculik tadi. Terlihat ruangan sempit, berdebu, berantakan. Tidak ada orang. Gelap. Hanya lampu 10 watt yang membuatnya masih bisa melihat sekeliling. Ingin tangannya bergerak, tapi sayang kedua tangannya diikat dengan tali yang cukup kuat, dibelakang tubuhnya. Ya Allah dimana Bibah? Bibah mau pulang..Hikss.hiks..

Air itu sedikit demi sedikit keluar dari matanya. Bibah takut sendirian, takut gelap. Teringat ia dengan kejadian sebelumnya. Bibah ingat, Bibah melakukan kesalahan. Ia tidak menuruti perintah Umminya. Ia lebih mengikuti egonya yang tidak mau pulang bersama Ka Ibi. Lagipula, tidak ada salahnya pulang dengan ka Ibi, diejek-ejek sedikit yang penting aman.

“Hei anak kecil! ini ada makanan, dimakan ya! nanti kamu sakit dan mati. Kalau itu terjadi duit tiga milyar sebagai tebusan tidak ada gunanya. Hahaha..kamu memang anak orang kaya!”, tiba-tiba suara itu terdengar dekat pintu masuk. Orang tersebut mendekati Bibah, memberikan sepiring nasi lengkap dengan telur mata sapi dan segelas air putih. Cukup untuk mengisi perut Bibah yang seharian tidak makan.

“Om penculik, mau suapin Bibah ya?” tanya Bibah yang sudah menyadari kalau ia sedang diculik.

“Enak aja! Makan sendiri sana!”

“Loh, kan tangan Bibah diikat nih. Gak bisa dong makan, nanti kalo Bibah gak makan bisa mati, trus kalo mati duit tiga milyar gak jadi deh om dapet. Lagipula ngapain sih Om pake culik-culik segala buat dapet duit. Kan dosa. Om gak tau dosa ya, duhh gimana sih,..Neraka tau neraka? Pasti tau kan….” Bibah nyerocos tanpa henti.

“Haaaaahhh !! STOP! Sini aku buka saja ikatannya,” bentak Om Penculik memotong serangan pertanyaan dari Bibah. Segera ia lepas ikatannya dan meletakkan piring nasi tadi tepat di depan Bibah.

“Makasiih Om..” sambil tersenyum kemudian dengan cepat melahap makanan di depannya. “Om, habis ini Bibah mau izin ke kamar kecil ya, mau wudhu. Boleh kan Om penculik? Oh, ya..kerudung Bibah mana Om? Kembaliin Om, Om kan juga gak pake kerudung kan. Bibah takut kalo gak pake kerudung dimarahin Allah. Hiii..” lagi-lagi Bibah mengoceh.

“Halaah! Kamu cerewet! Itu ambil saja di meja sana kerudung jelekmu! Trus kalau mau ke kamar kecil di pojok sana tempatnya!”

“Siap bos! “ sambil nyegir.

***

“Benar ini Bapak Riki, bapak dari Habibah?”

“Iya, benar pak. Bapak menemukan Habibah? Dia sudah dua hari tidak pulang ke rumah. bapak sekarang di mana? Habibah baik-baik saja kan?”

“Iya. Anak bapak bersama kami sekarang. Dan kalau mau anak putri bapak ini kembali ke rumah, siapkan uang tiga milyar. Letakkan uang tersebut di dalam koper hitam dan letakkan uang itu di semak-semak taman van der pijl. Setelah uangnya di letakkan di sana Habibah akan kami kembalikan. Tutttt.tuutttttt……tutt….tutt”

“Hallo, halo?”

***

Selesai berwudhu, Bibah kembali ke tempat di mana ia di ikat tadi. Dipakai kerudungnya. Namun ia tidak tahu di mana arah kiblatnya. Di sana pun juga tidak ada mukenah, sajadah, yang ada hanyalah tumpukan kardus-kardus berdebu.

Diambilnya dua kardus bekas yang berserakan di sana. Dibersihkannya supaya debunya hilang. Sesekali Bibah bersin sangking banyaknya debunya. Dihamparkan di hadapannya kardus tadi. Sekarang kardus ala kadarnya tadi menjadi sebuah sajadah. Ia letakkan arahnya sembarang, karena tidak tahu arah kiblat sebenarnya. Ya Allah, mudahan Bibah benar mengarahkan ‘sajadahnya’ ke arah kiblat.

Dengan pakaian tertutup meskipun tidak memakai mukenah Bibah bertakbiratul ihram. “Allahu Akbar”. Allah Maha Besar, tak ada yang lebih hebat dari-Nya, Bibah merasa kecil, tidak ada apa-apanya. “….innashalati, wanusuki, wa mahyaya, wamamati lillahirabbil alamin”. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Rabbi, Allah.

Hingga akhirnya tahiyatul akhir dan dua salam. Bibah merasa ini lah shalatnya yang khusyuk. Satu pikiran. Allah semata. Tidak ada Ummi, Abi, atau Ka Ibi yang melihat. Sendiri di ruang itu. Sendiri. Tapi Allah melihat. Allah lah yang Maha Besar, melihat apapun yang hambanya lakukan.

Setelah shalat Bibah berdoa, ia ingin pulang, ketemu Abi, Ummi dan Ka Ibi. Bibah berjanji pada Allah akan selalu menuruti perintah Ummi. Ya Rabb kabulkanlah doa Bibah.

***

“Perlihatkan isi koper itu !” Abi pun menurut. Ia buka isinya. Benar uang bertumpuk. “Oke ! sekarang letakkan koper itu lima langkah ke depan dari tempat mu berdiri!” sambil memegang Bibah dengan sebilah pisau menempel di lehernya.

Diletakkannya lah koper itu, “Ini sudah ku turuti kemauanmu, cepat kembalikan putri ku!” Abi membentak.

Berjalanlah penculik itu mendekat ke koper. Tetap Bibah masih dipegangnya. Sampai di koper, suara tembakan memecah kesunyian. Duaaar ! terpelanting ke belakang sang penculik. “HEEII !! Kamu melanggar perjanjian !!” segera sang penculik berdiri. Bibah menangis ketakutan karena suara tembakan itu justru membuat si penculik semakin keras memegang Bibah. Lehernya sedikit tergores.

“DIAM! Jangan bergerak! Atau anak ini saya bunuh sekarang juga!” Abi takut dengan ancaman itu. Polisi pun sekarang terlihat semua, bersiap dengan pistolnya. Polisi bingung. Bibah mengambil kesempatan ini, ia gigit tangan penculik. Terlepaslah Bibah dari jeratan penculik. Namun dengan refleks, penculik itu mendorong Bibah. Ah tidak, ia mendorongnya ke sebuah jurang.

Peluru pun bertebaran. Suara tembakan membahana di tengah hutan itu. Akhirnya dua tembakan tepat menuju kaki penculik. Segera polisi meringkusnya. Namun, Bibah. Kemana dia? Bagaimana nasibnya? Abi berlari, melihat ke bawah jurang. Ah, curamnya. Tanpa pikir panjang, Abi ingin turun, tapi dicegat oleh polisi. “Jangan! Itu terlalu berbahaya Pak! Kita akan pakai tim pencari untuk mencarinya dan menunggu peralatan pencarian.”

“Apa? Menunggu ! bagaimana mungkin saya menunggu? “ Abi geram. Bagaimana nasib Bibah kalau tim pencari telat menemukannya. Bagaimana kalau dia terluka di bawah sana dan membutuhkan pertolongan segera. Ya Allah tolong lindungi Bibah.

***

Matanya membuka pelan. Kabur, namun sedikit demi sedikit terlihat jelas. Putih, nyala lampunya. “Abii..Ummi.Ka Ibi.” Desahan kecil dari anak ini membuat orang sekitar terkejut. Ternyata ia telah siuman.

“Alhamdulillah kamu siuman, Nak,” sosok keibuan dengan jilbab putih berbicara. Ah itu ternyata Ummi. Dan di sekitar juga terlihat Abi dan Ka Ibi.

Bibah selamat. Tim pencari menemukan Bibah dalam keadaan kritis dibawah jurang. Tapi syukur Alhamdulillah masih bisa dibawa dan dirawat di rumah sakit terdekat.

“Abi, Ummi, Ka Ibi, maafin Bibah ya sudah nyusahin, Bibah janji kok habis ini nurut sama kalian..” sapa Bibah lirih.

“Iya nak, kami maafin kok..” senyum keibuan membuat hati Bibah sejuk.

“Abi, Ummi, Ka Ibi.. Bibah mau bilang sesuatu..”

“Apa nak, bilang saja..”

Lama terdiam. Sesaat semua menyaksikan wajah polos anak ini. Menunggu apa yang mau dikatakannya.

“Hm…Bi..Bibah Cinta sama Abi, Ummi, dan Ka Ibi karena Allah”

 

*Koleksi cerpen lama yang gak menang-menang diikutin lomba, hhe ...

Komentar

  1. Ada hutan, jurang, di vander vijl? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha, jika ada kesamaan tokoh, tempat, itu hanya kebetulan belaka, dan sengaja dibuat kebetulan, :D

      Hapus
    2. Konfliknya kurang greget, imo. Cepet bener kelarnya :) *masukan*

      Hapus
    3. sip ! makasih masukannya mas/mbak Anonim. :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seperti Ali dan Fatimah

hai terima kasih udah mendengarkan dan sabar ya, dia gak akan kemana-mana kok, yang udah dituliskan di tinta-Nya, pasti akan ketemu, meskipun kamu sekarang keesepian, melihat teman2 udah gak sendirian, tapi kamu hebat kok, bisa menjaga cuma untuk yang halal nanti, sabar ya, tapi semesta tau, kalo kamu pengen banget diperhatiin, disayangin, dimanjain, ngeliat temen lain udah pada dapat itu, gapapa kok, bertahan aja, gak usah iri, apalagi sama pasangan yg belum halal, ohya, kamu tau kisah cinta palng romantis beberapa abad yg lalu? mereka berdua sama-sama bersabar, menahan rasa yg terus membuncah, padahal rasa itu tumbuh udah mulai kecil,

3.1.a.8.2. Blog Rangkuman Koneksi Antar materi - Modul 3.1

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,  Saya Muhammad Fajri Romadhoni, S.Kom calon guru penggerak Angkatan 8 dari SMPIT Ar Rahman Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan.  Saya ucapkan terimakasih kepada Fasilitator yaitu Bapak Subiarto, M.Pd yang telah membimbing dan senantiasa memotivasi dalam setiap tahapan belajar saya dalam menempuh Pendidikan Guru Penggerak.  Saya juga ucapkan terimakasih kepada pengajar praktik Bapak Alfian Wahyuni, S.Pdi yang selalu mendampingi dan menjadi teman berbagi baik saat menempuh Pendidikan guru penggerak maupun dalam hal lain berkenaan dengan perkembangan pendidikan.  Saya juga ucapkan terimaksih kepada rekan CGP angkatan 8 yang senantiasa berkenan berbagi dan berkolaborasi dalam setiap tahapam PGP. Saya kali ini saya akan membuat rangkuman dari proses perjalanan pembelajaran saya sampai saat ini pada program guru penggerak dengan berpedoman pada pertanyaan berikut ini. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan d

Garis Misterius

Anggap saja dihadapan kita ada sebuah papan tulis, di tangan kita spidol merek ternama memaksa kita untuk menggambar sebuah garis panjang di depan. Garis tersebut memanjang mulai ujung papan sebelah kiri hingga ujung sebelah kanan. Jika diukur, menggunakan pengukur yang ada di meja, menunjukkan angka satu meter. Lagi-lagi tangan kita terpaksa membagi garis panjang tersebut menjadi tiga bagian. Bagian pertama dan ketiga hampir sama panjanganya. Namun, tangan kita membuat bagian yang kedua, yang berada di tengah lebih kecil. Bahkan sangat kecil dibanding yang lain. "Tahukah kalian?" tiba-tiba suara muncul. Reaksi kita tentu kaget. Lah, bagaimana tidak, persepsi kita pasti kalau ada suara tanpa ada sumber suara berarti itu... "Tahukah kalian?" lagi-lagi muncul. "Ehh, enggak. Enggak tahu," anggap saja kita menjawab demikian. "Garis di papan itu adalah garis waktu." "Eh. Eh,,, iya, " anggap saja kita akting gu