Langsung ke konten utama

Peran Itu Wartawan Juga Punya

wartawan-ilustrasi-_130430213448-623Perjuangan, membutuhkan pengorbanan. Peran perubahan bisa diambil dalam kondisi dimanapun, kapanpun, dan siapapun. Dan saya tersadar ternyata profesi seorang wartawan itu memiliki peran besar dalam perubahan itu sendiri.

Kemarin, saya sempat mencicipi sedikit bagaimana menjadi wartawan harian sebuah surat kabar terkemuka di kota saya. Dimulai dari pagi, kira-kira pukul sembilan setelah mendapat persetujuan tentang usulan berita yang mau di angkat hari itu, wartawan bersiap berburu berita. Saya, seorang anak ingusan yang tiba-tiba ikut nimbrung muncul dari arah depan gedung DPRD Martapura menuju tempat kumpul para wartawan pagi itu. Setelah awalnya sms masuk, “Oke, datangi aja kami di kantin belakang gedung dewan,” saya bergegas menuju kantin tersebut.

Di kantin, ternyata saya tak hanya bertemu wartawan senior dari surat kabar saya saja, tapi dari wartawan lain juga ada. Mereka sedang santai. Nongkrong-nongkrong sambil sesekali menyeruput teh atau kopi yang sudah dipesan. Pun juga sesekali menghisap rokok manis yang terapit di antara sela jarinya. Asap mengepul dua tiga kali di warung makan kecil nan sederhana itu. Saya. Duduk manis sambil mendengarkan mereka bercengkrama.

 

Jadi, ceritanya saya ini disuruh ikut wartawan senior meliput berita di hari itu. Seorang wartawan di surat kabar ini dituntut untuk membuat berita minimal tiga tiap hari nya. Maka, setiap hari para wartawan paginya wajib menyetorkan usulan berita ke redaktur yang mau diliput kemudian akan dimuat di surat kabar.

Jadwal pertama mendatangi kantor BKAD, menanyakan beberapa hal tentang aset tanah, dan semacamnya. Agak bingung, atau tepatnya memang bingung pada saat saya ikut para wartawan masuk ke ruangan pimpinannya. Yang lain bertanya macam-macam, saya yang masih gak tau apa-apa masalahnya ya terdiam keren. Haha.. cuma asyik mencatat kata-kata penting saja. Siapa tau sehabis ini tugasnya menulis berita tentang ini.

Ada beberapa kejadian unik pada saat di ruangan ini. Haha…Mungkin tidak akan saya ceritakan di sini. Cukup saya ceritakan sama teman-teman kemarin saat usai sholat maghrib di Masjid Kampus. “Oooh, itu mah sudah jadi rahasia umum di kalangan wartawan..” celetuk teman saya ketika selesai diceritakan.

Jadwal kedua, ke RS. Saat setelah mewawancarai pimpinan BKAD, wartawan senior yang saya ikuti ini mendapat telepon dari Humas RS bahwa ada anak balita yang baru saja masuk rumah sakit dengan keadaan cukup memprihatinkan sedangkan orang tuanya termasuk kaum yang kurang berada. Batin saya, “ternyata memang harus punya link dimana-mana mun jadi wartawan ne.”

Segera setelah itu meluncur tuk meliput balita itu. Sesampai di RS memang terlihat kondisi balita cukup kasihan. Beberapa bagian tubuhnya membengkak dan tekstur kulit yang membengkak itu terlihat seperti sisik. Ya kasihan lah melihatnya. Kami wawancarai orang tuanya. Kami ambil gambarnya. Mencatat hal-hal penting, kemudian lanjut menuju lantai 2 menemui kepala Humas yang menghubungi kami tadi. Kami wawancarai juga kepala Humas ini. Dan setelah semua selesai saya kira benar-benar selesai. Tapi wartawan2 senior saya ini merumuskan sesuatu untuk membantu menolong keluarga tadi. Mereka berkata setelah besok diagnosa penyakit balita tersebut disimpulkan, mereka akan mengurus surat-surat langsung untuk membantu membuatkan kartu Jamkes yang kebetulan keluarga itu belum memilikinya.

Batin saya, “ternyata wartawan juga memiliki peran sosial, "

Setelah selesai berunding tadi, kami pulang. Wartawan dari surat kabar lain berpisah di gerbang RS. Sisa saya dan wartawn senior yang saya ikuti. Kami berbincang sedikit. Sharing-sharing mengenai pekerjaan seorang wartawan. “Yaa, kayani pang wartawan Don..” itu sepatah yang saya ingat.

“Jadi gimana, mau nyoba nulis berita yang pertama atau yang ini, “ ucap wartawan senior itu.

“Eee..eh..nulis berita juga kah pak?”

“Iya, belajar nulis berita..”

“Kayaknya yang ini aja pak, tenyaman. Mun yang pertama tadi kada paham ulun lagi ngomongin apa. Hhehe..”

“Oh, oke ja. Jam 3 sore nanti ke kantor lah, belajar nulis di sana sama wartawan lain.”

“Oke pak. InsyaAllah,”

Akhirnya kami berpisah. Beliau ada satu liputan lagi yang mesti di dapatkan. Sedangkan saya, disuruh pulang saja menyiapkan tulisan tadi.

Sampai dirumah pun saya mencoba membuka laptop. Mengkopi bahan yang ada di notes hp ke dokumen teks di laptop. Membagi layar laptop dua bagian. Satu membuka mic words dengan kertas masih kosong. Yang kedua membuka teks dokumen dengan isi bahan-bahan catatan hasil wawancara di RS tadi.

Lama berpikir.

Mau dibikin kayak apa ini.

Tak lama kemudian muncul satu kata. dan diikuti oleh kata-kata berikutnya. Berhenti di paragraf pertama. Sejenak melepas tatapan dengan laptop. Kemudian melanjutkan lagi. Dan akhirnya setelah satu jam lebih baru berhasil membuat setengah halaman tulisan. Hahaha…Cukup sulit juga menulis berita itu. Meracik bahan-bahan yang ada tuk dipadukan menjadi sebuah paragraf yang padu.

Selesai. Saya langsung menyimpan hasil tulisan itu ke dalam flash disk. Lanjut mandi, dan bersiap berangkat ke kantor redaksi setelah sebelumnya janjian dengan wartawan lain tuk memeriksa tulisan saya.

Sampai di kantor. Saya temui wartawan kenalan saya itu. Saya berikan tulisan saya untuk dia periksa. “Ini ka, pian liati dulu bagus lah…”

Sesaat hening dia membaca. Kemudian garuk-garuk kepala. Hahaa… apa maksudnya tuh.

“Hmm..kayani lah… Ikam ni tujuan nulis berita ni apa dulu..?” dia bertanya

“Apa laaah..” bingung.

“Jadi.. wartawan itu setiap tulisan dan beritanya harus punya misi tersendiri. Jadi gak sekedar laporan saja. Kalau kaya ni tulisannya cuma sekeda laporan nih. Belum ada misinya.

“Nah, jadi dengan misi itu wartawan itu bisa meliput berita itu berkelanjutan. Misal, dari berita ikam ni. Misinya itu bagaimana supaya penanganan RS diperbaiki. Nah bisa ikam meliput terus dari berita ini, dan berita-berita selanjutnya mengarah ke prosedur penanganan pasien di RS. Jadi pihak RS pun akhirnya bakalan merasa segan kita soroti terus, dan disebarkan beritanya di koran-koran. Maka dengan alasan itu, dengan sekuat tenaga mereka akan memperbaiki hal yang kita kritisi di berita tersebut.

“Kayaituuu wartawan tuu….

Saya? cuma manggut-manggut. Sedikit juga merasa kagum dengan sosok wartawan. Ternyata mereka tak cuma mengumpulkan berita lantas ditulis lalu diberitakan. Tapi dibalik itu ada misi yang mereka bawa.

“Atau misalnya lagi. Tentang proyek pembangunan jalan oleh pemerintah. Tiap hari dah tu kita datangi pengelolanya. Takuni tiap hari, bagaimana perkembangannya. Lalu beritakan. Besoknya datang lagi, takuni lagi, sampai mana kerjaannya, sampai mengangkut bahan-bahan kah, atau sampai mana. Nah beritakan lagi itu. Sampai akhirnya proyek itu selesai seusai target. Mun kada sesuai target, kita kritisi lagi kenapa bisa seperti itu. Dan akhirnya pihak pemerintah pun akan malu kepada masyarakat ketika kerjaannya tidak sesuai dengan yang diinginkan masyarakat.

“Naah, itu pang asyiknya wartawan…” ujar beliau menutup penjelasan.

Saya? Lagi-lagi terkagum dengan pekerjaan wartawan ini. Wajar jika para elite pemerintahan takut akan sosok wartawan. Pun juga kejadian lucu pagi itu, karena ketakutan mereka pada wartawan.

Okeh. Hari itu saya tersadar, bahwa mengambil peran perubahan itu bisa dilakukan oleh siapapun. Dan seorang wartawan memiliki poin lebih dalam mengambil peran perubahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seperti Ali dan Fatimah

hai terima kasih udah mendengarkan dan sabar ya, dia gak akan kemana-mana kok, yang udah dituliskan di tinta-Nya, pasti akan ketemu, meskipun kamu sekarang keesepian, melihat teman2 udah gak sendirian, tapi kamu hebat kok, bisa menjaga cuma untuk yang halal nanti, sabar ya, tapi semesta tau, kalo kamu pengen banget diperhatiin, disayangin, dimanjain, ngeliat temen lain udah pada dapat itu, gapapa kok, bertahan aja, gak usah iri, apalagi sama pasangan yg belum halal, ohya, kamu tau kisah cinta palng romantis beberapa abad yg lalu? mereka berdua sama-sama bersabar, menahan rasa yg terus membuncah, padahal rasa itu tumbuh udah mulai kecil,

3.1.a.8.2. Blog Rangkuman Koneksi Antar materi - Modul 3.1

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,  Saya Muhammad Fajri Romadhoni, S.Kom calon guru penggerak Angkatan 8 dari SMPIT Ar Rahman Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan.  Saya ucapkan terimakasih kepada Fasilitator yaitu Bapak Subiarto, M.Pd yang telah membimbing dan senantiasa memotivasi dalam setiap tahapan belajar saya dalam menempuh Pendidikan Guru Penggerak.  Saya juga ucapkan terimakasih kepada pengajar praktik Bapak Alfian Wahyuni, S.Pdi yang selalu mendampingi dan menjadi teman berbagi baik saat menempuh Pendidikan guru penggerak maupun dalam hal lain berkenaan dengan perkembangan pendidikan.  Saya juga ucapkan terimaksih kepada rekan CGP angkatan 8 yang senantiasa berkenan berbagi dan berkolaborasi dalam setiap tahapam PGP. Saya kali ini saya akan membuat rangkuman dari proses perjalanan pembelajaran saya sampai saat ini pada program guru penggerak dengan berpedoman pada pertanyaan berikut ini. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan d

Garis Misterius

Anggap saja dihadapan kita ada sebuah papan tulis, di tangan kita spidol merek ternama memaksa kita untuk menggambar sebuah garis panjang di depan. Garis tersebut memanjang mulai ujung papan sebelah kiri hingga ujung sebelah kanan. Jika diukur, menggunakan pengukur yang ada di meja, menunjukkan angka satu meter. Lagi-lagi tangan kita terpaksa membagi garis panjang tersebut menjadi tiga bagian. Bagian pertama dan ketiga hampir sama panjanganya. Namun, tangan kita membuat bagian yang kedua, yang berada di tengah lebih kecil. Bahkan sangat kecil dibanding yang lain. "Tahukah kalian?" tiba-tiba suara muncul. Reaksi kita tentu kaget. Lah, bagaimana tidak, persepsi kita pasti kalau ada suara tanpa ada sumber suara berarti itu... "Tahukah kalian?" lagi-lagi muncul. "Ehh, enggak. Enggak tahu," anggap saja kita menjawab demikian. "Garis di papan itu adalah garis waktu." "Eh. Eh,,, iya, " anggap saja kita akting gu