“Sepertinya sebentar lagi Nak…” orang tua itu tersenyum simpul sejak tadi ia menceritakan kisah hidupnya. Meskipun sedang terbaring lemah di atas ranjang itu tapi entah kenapa sejak siuman kemarin mukanya terus menampilkan wajah yang berseri-seri.
“Apanya Kek yang sebentar lagi?” salah seorang anak yang sejak malam tadi menunggu tepat di samping Kakek itu kini bertanya penasaran. Anak muda berbadan tegap tinggi ini memang akrab dengan kakeknya semenjak remaja. Ia yang sering mendengarkan kisah-kisah kakek sewaktu muda meskipun selalu terkesan di ulang-ulang seperti sebuah kaset rusak. Pernah sesekali Kakek bercerita tentang masa mudanya yang begitu gelap gulita tanpa arah. Kakek yang akrab dipanggil Kakek Jar ini dulunya adalah pejudi ulung. Setiap kali ia bermain entah dapat keberuntungan dari mana ia selalu menang. Membawa uang hanya ratusan ribu, pulang dari sana bisa berkali-kali lipat.
Itu masa seumur anak-anak SMA. Jadi kalau ia terlambat sekolah atau di hari itu
tidak ada mengupul tugas sekolah bisa dipastikan malamnya si Kakek Jar ini ke pangkalan judi, dan mabuk-mabukan dengan teman-temannya di sana. Kalau mundur kebelakang lagi Kakek Jar ternyata dikenal juga sebagai playboy sekolah. di jaman SMP-nya. Trik dan skill nya dalam memikat hati wanita bukan main-main lagi. Dengan bekal wajah tampan dan tubuh gagahnya serta sedikit belajar berpuisi gombal, satu, dua, sampai tiga wanita idola sekolah saat itu bisa ia jadikan pacar dalam satu waktu. Bagaimana bisa tidak ketahuan? Entahlah, mungkin sedikit trik dan intrik tersendiri. Jika ketahuan pun ada juga jurusnya, rayuan puisi, bunga mawar, atau sekedar jalan-jalan ke pasar membeli baju kesukaan sang pacar pun bisa jadi permohonan maaf yang tak bisa ditolak.
Teringat ketika Kakek Jar yang selalu beruntung di meja judi memiliki musuh, Bandar judinya. Ya, karena Kakek Jar sering menang maka selaku Bandar judi kerugian lah yang menimpanya. Sehingga pernah suatu malam Kakek ‘muda’ ini sepulang dari berjudi dipukuli habis-habisan oleh suruhan si Bandar judi. Di tinggalkan saja sekarat di tengah jalan, dan dikuras semua uang yang ada di kantongnya. Lantas besoknya Kakek ‘muda’ ini dibawa ke rumah sakit. Seminggu ia dirawat di ruah sakit, dua minggu ia tak masuk sekolah. Karena judi yang berimbas menjadi permusuhan.
Maka semua kejadian itu menjadi kenangan pahit Kakek Jar sewaktu muda sebelum perubahan drastisnya ketika ia menginjak bangku perkuliahan. Sebelum masuk kuliah, ia dilanda musibah tak terperihkan. Kedua orang tuanya meninggal. Yang satu, sang ayah terkena stroke setelah beberapa tahun tak kunjung sembuh dan akhirnya meninggal beberapa bulan sebelum sang ibu meninggal. Si ibu pun terkena sakit mendadak. Tak disangka karena ia sebelumnya masih sehat dan segar bugar, namun setelah seminggu di bawa ke rumah sakit akhirnya meninggal.
kejadian itu membuat Kakek Jar berpikir ulang tentang kehidupan. Tiga pertanyaan mendasar manusia ia cari. Dari mana ia berasal? Untuk apa ia hidup di dunia? dan kemana setelah di dunia ini? Tiga pertanyaan itu teruslah yang terngiang-ngiang di telinga dan pikiran Kakek ‘muda’ dulu ini.
Itulah titik tolak dimana Kakek Jar ‘muda’ ingin berubah. Dalam konsep perubahan, titik tolak semacam ini yang diperlukan dan sangat penting. Mengapa harus berubah? mungkin itu kalau dibuat dalam bahasa pertanyaan sederhana. Selain itu pula unsur lainnya yang tak kalah penting adalah pembimbing, kawan setia, penuntun jalan agar benar-benar kembali ke jalan yang semestinya dan tak berbelok-belok arah. Maka Kakek pun menemukan unsur itu di sebuah Masjid Kampus. Kebetulan nama nya adalah Masjid Kampus Al-Baythar.
Awal pertemuan dengan ‘penuntun jalan’ ini tidak lah spesial. Cukup bertemu dan bertegur sapa ketika memakan pentol di pinggiran jalan menuju masjid kampus itu. Bercengkrama sebentar, akhirnya cocok karena ternyata sama-sama hobi bermain sepak bola. Adzan zuhur berkumandang, maka diajaknya Kakek Jar ‘muda’ ke masjid. Bingung bagaimana harus menolak akhirnya ia ikut karena mungkin masih banyak yang bisa dibicarakan dengan teman barunya ini. Tentang jadwal latihan, tentang sepatu bola murah namun kualitas tinggi, tentang lapangan, tentang tim favorit, MU? Chelsea? Arsenal? masih belum tahu. Maka itulah sholat Kakek Jar pertama kalinya setelah SD kelas 4 terakhir ia sholat.
Selesai sholat, kembali berbincang-bincang di teras Masjid. Penuh kehangatan dan canda tawa, kebetulan ‘penuntun jalan’ ini punya banyak teman di Masjid itu karena ia juga salah satu pengurus Masjid. Maka mereka pun berbincang semakin lama dan semakin membentuk ikatan erat yang entah darimana datangnya.
Sejak saat itu, Kakek Jar aktif sholat di Masjid, mengikuti kajian-kajian, mencoba mendaftar juga menjadi pengurus masjid, mengikuti beberapa training-training motivasi inspirasi dan sebagainya. Sejak saat itu, pertemuan singkat, di tempat yang dicintai Allah, seseorang yang membutuhkan ‘penuntun jalan’ saat gejolak perubahan ingin ia lakukan berkat titik tolak yang ia dapat telah menemukan jawaban dari tiga pertanyaan dasar hidupnya. Kakek Jar, telah berubah drastis.
“Arjuna…” Kakek memanggil perlahan dengan sisa tenaganya.
“Iya, Kek?”
“Kakek mau separuh harta Kakek nanti kamu sumbangkan ke anak-anak dari ustadz Nur ya…Kakek sangat berhutang budi pada beliau. Beliau lah yang membuat Kakek bisa berubah seperti sekarang,” ucap Kakek sambil kembali mengingat-ingat jasa sang ‘penuntun jalan’ itu yang kini juga sudah di panggil Yang Maha Kuasa.
“Baik Kek…..”
Maka malam itu, Kakek Jar menghembuskan nafas terakhirnya dengan syahdu sambil mengucapkan dua kalimat syahadat. Subhanallah, sungguh kenikmatan yang tak tertandingi ketika di akhir nafas yang terucap adalah kalimat tauhid itu. Sungguh ruangan rumah sakit itu kini menjadi saksi, semua orang di ruangan itu menjadi saksi, bahwa Allah menerima tobat hambaNya sebesar apapun dosa yang ia lakukan di masa lampau. Allah melihat seberapa sering hambaNya bertobat padaNya, bahkan manusia paling mulia paling agung, Nabi Muhammad SAW pun tak henti-hentinya beristighfar di setiap harinya padahal beliau adalah orang yang sudah dijamin surga. Bagaimana dengan kita yang surga pun sepertinya masih jauh jika dosa masih terus kita lakukan. Astaghfirullah…
*cerita ini hanya fiktif belaka yang berharap bisa diambil manfaatnya jika ada
Komentar
Posting Komentar