Langsung ke konten utama

Tempe

tempeKarena kapok kemarin gak sempet nyetor tulisan, maka saya mencoba kembali menulis di pagi hari. Setelah kemarin menunda dan merencanakan nulis malam ternyata ketiduran. Ya, memang karena agak kurang enak badan kemarin.(alasan ..!!). Entah bagaimana caranya, saya paksakan menulis di pagi hari. Pertama, memang saya terbiasa menulis di pagi hari karena pikiran masih segar dan tidak mengantuk. Kedua, karena pikiran masih segar dan tidak mengantuk makanya saya membiasakan menulis di pagi hari. Dan kedua pernyataan barusan sebenarnya sama saja.

Karena tidak nyetor kemarin, sebagai konsekuensinya saya di hukum sesuai kesepakatan awal. Hukumannya sederhana, mentraktir makan penyetor pertama di hari itu. Rencananya sih saya ingin mentraktir dia nasi putih dengan iwak tempe ditaburi kecap manis bisa juga ditambah kerupuk. Tapi apa daya, ternyata tempe langka dan mahal. Jadi saya mengurungkan niat. Merenung kembali di kamar, apalagi makanan yang murah dan bisa masuk kriteria “mentraktir makan”, apakah boleh saya cuma traktir permen lima bungkus misal, di tambah minum air mineral kemasan? Entahlah.

Nah, ini baru ngomongin tempe saja, langsung tivi di rumah sedang memberitakan tentang tempe. Diperlihatkan bagaimana si penjual memainkan pisau kecilnya memotong tempe menjadi tipis-tipis sekali.

 

Menurut situs liputan6.com para perajin tahu tempe di Indonesia menggelar aksi mogok produksi sejak Senin (9/9/2013) dan rencananya baru berakhir Rabu (11/9/2013). Berarti hari ini sudah gak mogok lagi. Ketua PRIKOPTI (Primer Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia) menyatakan harga bahan baku kacang kedelai yang saat ini telah mencapai angka Rp 9.300 per kilogram (kg) membuat para perajin tahu dan tempe kewalahan dan memutuskan tidak melakukan produksi.

Kita mau produksi bagaimana. Sebelumnya harga bahan baku kacang kedelai Rp 6.500, sekarang sudah naik banyak, gimana kita nau produksi kalau harga bahan bakunya sudah tinggi," tegas Suharto. Yang jelas bukan Suharto bapak presiden kita dulu. Ini cuma namanya saja kok yang sama.

Ternyata mahalnya harga tempe sekarang bukan karena produsen tempe malas bekerja, atau mereka bosan setiap hari memproduksi tempe tahu saja ingin sekali hijrah menjadi produsen biskuit bayi misalnya, atau bukan karena mereka tak jujur, atau bukan juga karena mereka tak bisa menjaga amanah saudara kembarnya aminah, bukan. Bukan karena itu.

Mereka tak memproduksi karena harga bahan dasar pokoknya melonjak mahal. Entah kenapa, saya sendiri bukan pakarnya. Yang pasti perlu penangan khusus dari pemerintah, perhatian khusus dari para pejabat-pejabat yang duduk-duduk di kursi empuknya, di ruangan ber-ACnya, di mobil-mobil yang biasa dikelilingi oleh kendaraan-kendaraan lain yang memiliki lampu kelap-kelip sambil berbunyi sirine aneh tanda kendaraan di depannya harus ‘minggir’.

Iya, para pemimpin dalam Islam diibaratkan sebagai pelayan rakyat. Bukan sebaliknya.

Saya teringat kisah seorang pemimpin dalam pemerintahan Islam. Maaf, saya tidak ingat nama dan jabatannya saat itu, apakah seorang khalifah atau gubernur wilayah. Ketika beliau sedang berada di ruangan kerjanya, anaknya mendatangi ke sana. Mengetuk pintu. Membuka pintu perlahan seraya memanggil, “Ayah, aku ada perlu dengan ayah, apakah aku boleh masuk?”

“Sebentar nak, “ kata sang Ayah di ruangan tersebut yang hanya diterangi oleh lilin-lilin. “Apakah keperluanmu menyangkut urusan umat atau urusan pribadimu sendiri?” tanya sang Ayah.

“Untuk saya sendiri, Ayah.”

“Oke, sebentar, saya matikan dulu lilin-lilin ini yang sejatinya adalah milik umat.”

Subhanallah. Sungguh mulia akhlaqnya. Atau kisah lain lagi yang cukup saya ingat. Kisah Umar ibn Khattab yang sering berkeliling malam-malam memeriksa kondisi rakyatnya. Atau ketika Umar ketakutan mempertanggung jawabkan lubang-lubang di jalan yang dengannya bisa membuat keledai jatuh terperosok di sana.

Kita merindukan sosok pemimpin seperti itu. Dan juga pun kita merindukan pemerintahan yang Islami seperti itu.

“Imam adalah (laksana) penggembala (pelayan). Dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya”.
(HR. Bukhari)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seperti Ali dan Fatimah

hai terima kasih udah mendengarkan dan sabar ya, dia gak akan kemana-mana kok, yang udah dituliskan di tinta-Nya, pasti akan ketemu, meskipun kamu sekarang keesepian, melihat teman2 udah gak sendirian, tapi kamu hebat kok, bisa menjaga cuma untuk yang halal nanti, sabar ya, tapi semesta tau, kalo kamu pengen banget diperhatiin, disayangin, dimanjain, ngeliat temen lain udah pada dapat itu, gapapa kok, bertahan aja, gak usah iri, apalagi sama pasangan yg belum halal, ohya, kamu tau kisah cinta palng romantis beberapa abad yg lalu? mereka berdua sama-sama bersabar, menahan rasa yg terus membuncah, padahal rasa itu tumbuh udah mulai kecil,

3.1.a.8.2. Blog Rangkuman Koneksi Antar materi - Modul 3.1

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,  Saya Muhammad Fajri Romadhoni, S.Kom calon guru penggerak Angkatan 8 dari SMPIT Ar Rahman Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan.  Saya ucapkan terimakasih kepada Fasilitator yaitu Bapak Subiarto, M.Pd yang telah membimbing dan senantiasa memotivasi dalam setiap tahapan belajar saya dalam menempuh Pendidikan Guru Penggerak.  Saya juga ucapkan terimakasih kepada pengajar praktik Bapak Alfian Wahyuni, S.Pdi yang selalu mendampingi dan menjadi teman berbagi baik saat menempuh Pendidikan guru penggerak maupun dalam hal lain berkenaan dengan perkembangan pendidikan.  Saya juga ucapkan terimaksih kepada rekan CGP angkatan 8 yang senantiasa berkenan berbagi dan berkolaborasi dalam setiap tahapam PGP. Saya kali ini saya akan membuat rangkuman dari proses perjalanan pembelajaran saya sampai saat ini pada program guru penggerak dengan berpedoman pada pertanyaan berikut ini. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan d

Garis Misterius

Anggap saja dihadapan kita ada sebuah papan tulis, di tangan kita spidol merek ternama memaksa kita untuk menggambar sebuah garis panjang di depan. Garis tersebut memanjang mulai ujung papan sebelah kiri hingga ujung sebelah kanan. Jika diukur, menggunakan pengukur yang ada di meja, menunjukkan angka satu meter. Lagi-lagi tangan kita terpaksa membagi garis panjang tersebut menjadi tiga bagian. Bagian pertama dan ketiga hampir sama panjanganya. Namun, tangan kita membuat bagian yang kedua, yang berada di tengah lebih kecil. Bahkan sangat kecil dibanding yang lain. "Tahukah kalian?" tiba-tiba suara muncul. Reaksi kita tentu kaget. Lah, bagaimana tidak, persepsi kita pasti kalau ada suara tanpa ada sumber suara berarti itu... "Tahukah kalian?" lagi-lagi muncul. "Ehh, enggak. Enggak tahu," anggap saja kita menjawab demikian. "Garis di papan itu adalah garis waktu." "Eh. Eh,,, iya, " anggap saja kita akting gu