Innalillahi wa innalillahi roojiuun, Indonesia kembali berduka dengan wafatnya Habib Munzir (Minggu, 15/9/2013), seorang yang mendirikan Majelis Rasulullah yang di setiap pengajiannya selalu diikuti oleh ratusan bahkan ribuan jama’ah. Majelis Rasulullah adalah salah satu kelompok pengajian yang cukup populer di Jakarta. Majelis ini didirikan pada tahun 1998 oleh Habib Munzir. Semoga Allah menerima amal beliau, dakwah beliau, dan mengampuni dosa-dosa beliau, serta tempatkanlah beliau di jannah-Mu yang tinggi, bersama para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan para shalihin. Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin.
“Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama”
(HR al-Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al- Iman dari Abu Darda') 1
Sungguh hadirnya seorang ulama’ di tengah-tengah umat adalah bagai sebuah pelita yang menerangi gelapnya malam. Sebuah lentera di naungan gulita. Akhlaqnya mulia, ilmunya diperoleh dengan jerih payah, takutnya hanya satu kepada Allah semata.
Teringat kisah seorang ulama’ mahsyur di jamannya bahkan hingga sekarang.
Usianya masih sangat belia, namun semangatnya menuntut ilmu tak terbendung. Dimilikilah rencana hendak mengejar ilmu ke Madinah mencari seorang guru, Imam Malik rahimahullah. Ketika ingin berangkat izin orang tua menjadi yang utama, maka memintalah ia nasihat kepada ibundanya, “wahai Ibu, berilah saya nasehat!”
Maka ibunya berkata, “wahai anakku, berjanjilah kepadaku untuk tidak berdusta,”
Maka anak itu menjawab, “Saya berjanji kepada Allah lalu kepada Ibu untuk tidak berdusta.”
Maka berangkatlah ia dengan menaiki hewan tunggangannya bersama rombongan menuju Madinah dengan dibekali uang oleh ibunya sebesar 400 dirham.
Di tengah-tengah perjalanan ada raampok yang merampas serluruh harta rombongan tersebut, tatkala sampai dihadapan anak belia ini para perampok itu bertanya, “Apakah kamu membawa uang?”
“Iya…”
“Berapa?”
“Saya membawa 400 dirham,” jujur. Persis seperti yang diberikan ibunya.
Namun para perampok tadi tertawa sambil mengejek dan berkata, "Pergilah, apakah kamu hendak mengolok - olok kami?" Pergilah sana. Apakah orang seperti mu membawa uang sebanyak empat ratus dirham?"
Maka anak buah itu melapor kepada pimpinan perampok bahwa semua orang telah diambil hartanya kecuali satu, sang anak yang sangat jujur tadi.
“Cepat bawa anak itu kemari, “ ucap pimpinan perampok.
Akhirnya sang anak tadi mendekat, “Apakah kamu membawa uang wahai anak kecil?” tanya pimpinan perampok tadi.
“Ya,”
“Berapa uang yang kau bawa?”
“Empat ratus dirham”
Syafi'i kecil menjawab : "Ya"
Pemimpin Rampok berkata : "Berapa uang yang kamu bawa?"
Syafi'i kecil "Empat ratus dirham."
Lalu sang anak tadi mengeluarkan uang tersebut dari balik pakaian nya dan menyerahkan nya kepada pemimpin kawanan perampok tersebut.
Sambil membagi-bagikan uangnya pimpinan kelompok tadi melihat sang anak kecil. menatapnya, dan bertanya "Kenapa kamu jujur kepada ku ketika aku tadi bertanya kepada mu, dan kamu tidak berdusta kepadaku, padahal kamu tahu bahwa uang mu akan hilang?"
"Saya jujur kepada mu karena saya telah berjanji kepada Ibuku untuk tidak berdusta kepada siapa pun."
Mendengar penuturan sang anak tadi, tiba-tiba tangan pimpinan perampok itu bergetar. Berhenti membagi-bagikan kepada anak buahnya, justru kembali mengumpulkannya jadi satu kemudian aneh uang itu justru dikembalikan ke sang anak, “Ambillah uangmu, kamu takut untuk mengkhianati janjimu kepada ibumu, sedangkan aku tidak takut berkhiatan kepada janji Allah Subhanhu wa ta’ala? Pergilah wahai anak kecil dalam keadaan aman dan tenang, karena aku telah bertaubat kepada Zat yan Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang melalui kedua tanganmu dengan taubat ini dan aku tidak pernah mendurhakaiNya lagi selamanya.”
Setelah pengakuan itu, anak buah dari perampok itu juga ikut bertaubat setelah melihat heran sang pimpinan kelompok dan sang anak yang begitu jujur. Subhanallah…! 2
Beberapa tahun kemudian kita tahu sang anak ini akan menjadi ulama’ terkemuka. Membuat mazhab terkemuka yang banyak dipakai oleh ulama’-ulama’ sepeninggal beliau. Kita kenal hingga saat ini, bahkan mazhab beliau adalah mazhab yang dipakai oleh mayoritas umat muslim di Indonesia. Ya…Imam Syafi’I rahimahullah.
Kita tentu juga pernah mendengar bagaimana orang tua dari Imam Syafi’I rahimahullah yang bertemu di jalan ketaatan. Cerita tentang sang ayah yang memakan buah yang diambil dari aliran sungai. Kemudian beliau sadar bahwa buah itu bukan miliknya, maka ditelusurinya sungai tadi guna mendapatkan kebun penghasil buah yang beliau makan. Maka bertemulah beliau dengan si pemilik pohon buah tadi. Yang ternyata kelak menjadi mertua beliau, ia adalah ayahanda dari seorang wanita sholehah yang suci, yang buta matanya oleh melihat segala maksiat, tuli telinganya oleh mendengar segala maksiat, dan bisu mulutnya oleh ucapan segala maksiat. Subhanallah.
Maka begitulah segelintir cerita-cerita para ulama’. Semoga kita tetap mencintai para ulama’ dan terus mendoakan mereka sehingga kelak bersama-sama berkumpul di surga. Amiin Ya Rabbal ‘alamiin.
1 diambil dari sumber : https://www.facebook.com/permalink.php?id=343730365714198&story_fbid=369443943142840
2 Diringkas dan disadur dari buku Biografi Imam Syafi'i hal 17-20, Abdul Aziz asy-Syinawi. Judul aslinya Al-Aimmah Al-Arba'ah Hayatuhum Mawaqifuhum Ara'ahum Qadhiyusy Syariah al-Imam asy-Syafi'i . Diambil dari sumber sekunder : https://www.facebook.com/MemeComicIslamic/posts/563629260340762
Komentar
Posting Komentar