Kalau dibilang seperti orang pindah rumah, mungkin seperti itulah kami. Bagaimana tidak? Mulai dari kompor, piring, gelas, wajan, ceret, baskom, gayung, sendok, reskuker, semua peralatan dapur sampai kasur, bantal, guling pun ada. Itu karena kami hanya disediakan dua rumah kosong tanpa peralatan apapun, yang satu kantor dengan meja, lemari, dan kursi kantor. Yang satunya lagi bener-bener rumah kecil yang kosong. Tapi itu alhamdulillah lah, gak usah bayar sewa, cuma bayar listrik aja. Toh kita harus tetap bersyukur kan.
Urusan makan cukup rumit. Di desa itu hanya satu ada warung makan, itupun kami baru menyadarinya di akhir-akhir masa KKN kami. Dan lokasinya agak jauh, bersampingan dengan masjid. Sampai akhir masa KKN pun kami belum ada singgah ke sana. Kami makan dengan hasil keringat masakan sendiri. Alasan utamanya yaitu tuk menghemat pengeluaran kas kelompok. Kas kami habis untuk menyewa pick up mengangkut barang-barang yang sudah kayak orang mau pindah rumah itu tadi.
DI bulan puasa kami berunding, dan kemudian sepakat bahwa kaum wanita lah yang bakalan memasak untuk kaum lelaki. Jadi, untuk dua kali waktu makan sehari yaitu sahur dan berbuka, para kaum lelaki tinggal menunggu masakan terhidang dengan cantik. Sesekali juga kaum lelaki akan melakukan beban berat, yaitu meangkut-angkut ember berisi air dari posko, ke kamar mandi pak kades, ke posko kembali. Cukup berat memang tugas kaum lelaki ini. Apalagi setelah makan. Kaum lelaki melakukan tugasnya kembali yang membuat keringat terkucur deras. Padahal sehabis makan sang perut masih melakukan proses metabolisme hebat. Tapi dengan perkasa kami kaum lelaki melakukan amanah mencuci piring dengan gagah berani layaknya tentara yang akan berjuang ke medan perang.
Rezeki pun tak kemana, di tengah terhimpitnya kehidupan ekonomi kelompok kami yang setiap hari harus memasak. Kemudian hanya di hari selasa pasar baru buka, kalau kehabisan bahan makanan maka kami turun gunung ke daerah batu tanam yang pasarnya pun buka setiap hari senin dan kamis. Kami mendapat informasi bahwa setiap malam jum’at desa tersebut mengadakan acara pengajian. Kalau bulan puasa acaranya sehabis isya’, karena puasa maka acaranya pas saat menjelang berbuka. Wah, ini kesempatan emas! Kami bisa menghemat pengeluaran!
Maka kami pada hari itu dengan ceria setelah ashar bersiap2, mandi, dan ritual lainnya kami lakukan. Tepat pukul jam 5 kira-kira kami berangkat berjalan kaki dari rumah. Lumayan jaraknya, sekitar 15 menit perjalan kaki. Oh ya, jangan lupa jalannya menanjak dan menurun ya. Jadi butuh perjuangan ekstra.
Sesampai di tempat ternyata acara sudah dimulai. Yang kaum lelaki duduk bersama warga lain mendengarkan pengajian yang kebetulan bahasanya kami tidak mengerti, Madura. Yang kaum wanitanya masuk ke dalam, dapur. Memabantu para ibu-ibu menyiapkan makanan berbuka.
Kami yang tak paham bahasanya ya sok mendengarkan dengan khidmat dan khusyuk, sambil saya mempersiapkan poin-poin yang mau disampaikan nanti. Jadi gini, sebelum acara ini saya bertemu dengan bapak imam masjid, yang kebetulan juga salah satu tokoh masyarakat di situ. Saya dengan beliau dan ada satu orang lagi, ustadz dari pesantren disitu sempat berbincang-bincang kecil setelah sholat zhuhur berjama’ah di masjid. Memperkenalkan diri, dan juga membicarakan keadaan masyarakat di sana, serta ustadz yg kebetulan juga pernah kuliah di jawa dan pernah juga KKN katanya memberikan saran-saran ke saya saat itu mengenai program-program kerja yang bisa dilaksanakan di desa itu. Nah ini salah satu tips ya jika kalian membaca ini dan belum KKN, dekati tokoh masyarakat dengan rajin sholat di masjid, berkenalan dengan imamnya.
Oke kembali ke acara tadi, jadi akhir dari pembicaraan itu saya diberi kesempatan untuk memperkenalkan kelompok kami saat acara pengajian tersebut. Jadi, setelah ceramah yang berbahasa madura tadi selesai, acara selanjutnya adalah perkenalan dari kelompok kami. Saya kebetulan yang mewakili berbicara, dan alhamdulillah lancar jaya mantap joss. Sedikit saya perkenalan nama dan asal prodi dari anggota kelompok saya, kemudian sedikit menceritakan tentang KKN, dan terakhir meminta kerjasama warga tuk bisa bersama-sama membantuk kelancaran program-program kerja KKN kami.
Setelah itu zikir sampai waktu berbuka. Dan Alhamdulillah waktu yang ditunggu-tunggu datang. Berbuka dengan santapan ayam, es buah, teh hangat. Alhamdulillah….
Selain itu ada beberapa cerita lain tentang kehidupan kami di sana yang berhubungan dengan makanan. Seperti saya yang ketika tadarus an terakhir (khataman) kebetulan hadir dan ikut, eh terakhirnya di suguhi makanan ayam plus nasi sambil berbincang-bincang kecil dengan teman-teman masjid yang juga ikut tadarus-an.
Atau ketika di undang berbuka oleh bupati di kecamatan. Cukup jauh jaraknya tapi kami pun kesana jua.
Atau cerita tentang beberapa anak-anak SD membawa hasil di kebun orang tuanya, ada yang membawa kelapa muda, ada singkong, ada juga kacang tanah.
Atau Bapak dan Ibu kades memberi kue-kue khas untuk kami.
Atau ketika kami mau kembali sehabis cuti lebaran kebetulan sudah malam, cuaca hujan, dan kami masih di madurejo, kemudian ketemu dengan ibu bidan yang kami kenal samping rumah kami. Kebetulan rumah beliau dekat situ (karena rumah yg dekat rumah kami itu cuma rumah tugasnya), maka kami satu kelompok diajak menginap dulu di rumah beliau, besok pagi baru berangkat lagi karena cukup berbahaya dengan situasi yang sudah malam dan hujan. Rezki Allah lagi, sebelum kami berangkat kembali ke desa ibu nya si ibu bidan ternyata memasakkan sarapan untuk kami. Jadi, malu-malu tapi mau kami menyantap dulu sarapan itu dan baru setelah itu berangkat kembali menuju desa.
Atau cerita ketika kami berkunjung dan ingin menancapkan plang-plang RT di setiap ketua RT, ternyata di RT 5 yang kebetulan RT yang paling ekstrem jalan kesananya, sedang ada acara resepsi pernikahan anak ketua RT. Ya lagi-lagi kami malu-malu tapi mau setelah kami menancapkan plang kami makan dulu di sana, ngobrol-ngobrol sebentar dan baru pulang.
Begitulah rezeki Allah yang tak terduga, kalau kata Kakek Jamil Azzaini, di bukunya ‘ON’, “apabila rezeki Anda setiap bulan sudah bisa diprediksi akurat alias biasa ditakar dan jarang mendapat rezeki yang tak terduga, saatnya Anda meningkatkan kadar ketakwaan.”
“……..Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya……….” (QS. Ath-Thalaq : 2-3)
Komentar
Posting Komentar